WahanaNews-Nias | BMKG buka suara soal aksi pawang hujan Rara Istiani Wulandari yang menjadi sorotan di perhelatan MotoGP Mandalika. BMKG menyebut pawang hujan itu merupakan kearifan lokal yang sulit dibuktikan secara sains.
"Ya sebenarnya kalau dilihat pawang hujan itu adalah suatu kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Secara saintis itu sulit untuk dijelaskan," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto kepada wartawan, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022).
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Guswanto mengatakan BMKG memiliki prediksi tersendiri terkait prakiraan cuaca. Sebelumnya, BMKG telah memprakirakan akan terjadi hujan di Mandalika dengan intensitas ringan hingga lebat pada 17-20 Maret 2022.
"Namun untuk BMKG sendiri sebenarnya memiliki (prakiraan) sendiri. Kalau kita lihat fenomenanya kemarin sejak 3 hari yang lalu tanggal 17, 18, 19 itu sudah diprakirakan BMKG, bahwa di Mandalika itu akan terjadi hujan dengan intensitas ringan sampai lebat. Kemudian tanggal 20 diperkirakan juga hujan lebat disertai badai petir, kenapa perkiraannya itu? Karena pada waktu itu terjadi bibit siklon tropis 93F yang dampaknya itu memberikan potensi pertumbuhan awan hujan di Mandalika," ujarnya.
Meskipun ada momen hujan berhenti saat pawang hujan bekerja, Guwanto mengatakan itu merupakan kebetulan. Dia mengatakan hujan berhenti karena faktor durasi hujan yang sudah selesai.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
"Dan buktinya, kan dari awal pawang itu sudah bekerja, tapi kan nggak berhenti juga. Artinya itu jadi sebenarnya kemarin waktu berhentinya itu bukan karena pawang hujan, karena durasi waktunya sudah selesai. Kalau dilihat prakiraan lengkap di tanggal itu memang selesai di jam itu. Kira-kira jam 16.15 itu sudah selesai, tinggal rintik-rintik itu bisa dilakukan balapan kalau dilihat dari prakiraan nasional analisis dampak yang kita miliki BMKG," ujarnya.
Guswanto kembali menegaskan pawang hujan itu merupakan kearifan lokal yang tidak bisa dicampur dengan sains.
"Sebenarnya kalau cerita tentang pawang hujan itu adalah kearifan lokal yang mereka miliki, dan itu tidak bisa dicampuradukkan dengan antara sains dan kearifan lokal," imbuhnya dikutip wahananews.co.
