WahanaNews-Gunungsitoli | Sengketa dan Perebutan lahan atau aset di kompleks Biara Laverna Gunungsitoli semakin memanas, bahkan kedua belah pihak antara Paroki St. Fransiskus Asisi Laverna Gunungsitoli dengan Izanulo Duha saling klaim.
Pastor Paroki St. Fransiskus Asisi Laverna Gunungsitoli, Fidelis Mendrofa, OFMCap menyampaikan jika ada informasi yang tidak benar dan menyesatkan saat ini sedang beredar ditengah masyarakat melalui media sosial tentang pengambilalihan Gedung Serbaguna St. Yakobus.
Baca Juga:
Pemko Binjai Gelar GPM Sambut Natal dan Tahun Baru
“Tidak akan lama lagi untuk Klinik dan Gedung Panti Asuhan di kompleks Biara Laverna Gunungsitoli kita ambil alih, yang mana selama ini dikuasai dan dikelola oleh Izanulo Duha. Kami minta kepada saudara Izanulo Duha untuk segera mengosongkan dan menyerahkannya,” kata Pastor Paroki St. Fransiskus Asisi Laverna Gunungsitoli, Fidelis Mendrofa, OFMCap, saat menggelar jumpa pers di Gedung Serba Guna Laverana Gunungsitoli, jalan Yos Sudarso Nomor 135, Kelurahan Saombo, Gunungsitoli, Kamis (11/11/2021) siang.
Pada jumpa Pers tersebut, turut hadir Suster Sipiana Hulu, OSF, Fr. Erick DJ Gultom, OFM Cap, Pastor Pius Fatoro Ndruru, OFM Cap dan Suster Lucia Tumanggor, OSF.
Masih ditempat yang sama, Fr. Erick Dj. Gultom, OFMCap, membenarkan bahwa tindakan yang telah diambil oleh pihaknya sudah sah dan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya.
"Tindakan yang diambil oleh Pastor Paroki St. Fransiskus Asisi Laverna dengan mengambil alih Gedung Serbaguna St. Yakobus tersebut adalah tindakan yang sah dan benar," ungkap Petugas Pastoral Paroki St. Fransiskus Asisi Laverna, Fr. Erick Dj. Gultom, OFMCap.
Baca Juga:
Personel Ditbinmas Polda Kaltara Laksanakan Kunjungan Minggu Kasih di Gereja Santo Mikhael
Fr. Erick menegaskan jika tanah tersebut adalah milik Ordo Kapusin Nias dan juga Dana Kemanusiaan Kompas telah menyatakan bahwa kepemilikan dan pengelolaan gedung tersebut sepenuhnya dikembalikan kepada Ordo Kapusin Nias atau Gereja Katolik.
Sejak tahun 2015, lanjut dia menuturkan, secara resmi Gereja Katolik telah mengeluarkan Izanulo Duha dari status atau jabatan sebagai (Sr.) Clara Duha. Juga OSF melalui keputusan Gereja Katolik tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Gedung Serba Guna Laverana Gunungsitoli. (Foto/YH)
"Berdasarkan putusan diatas, maka dia (Izanulo Duha) tidak berhak lagi memakai gelar Suster (Sr.) yang bernaung dibawah Gereja Katolik, dan apabila masih terus memakai gelar tersebut maka institusi Gereja Katolik dalam hal ini Kongregasi OSF Reute-Sibolga bersama Keuskupan Sibolga sangat keberatan dan akan mengambil tindakan hukum sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku," tegasnya.
Dengan demikian, kata Fr. Erick mengingatkan Izanulo Duha untuk menanggalkan jubah biarawati yang selama ini tetap dipakai dan untuk hidup sebagai umat biasa, dengan tidak berpenampilan sebagai layaknya seorang Suster atau Biarawati Katolik.
"Sudah sepatutnya, dia harus menanggalkannya. Selain itu, dia juga harus meninggalkan karya, seluruh aset gereja dan kongregasi. Dikembalikan dalam keadaan baik, utuh dan terawat dimana dia bekerja maupun berkarya selama ini," kata Fr. Erick.
Fr. Erick membeberkan, pada awalnya, donatur dana kemanusiaan Kompas memberi sumbangan bantuan untuk pembangunan gedung serba guna dan klinik. Kemudian Rotary Club juga memberi sumbangan pembangunan Panti Asuhan.
"Donatur memberi bantuan sumbangan pembangunan ini diberikan kepada institusi Gereja, bukan kepada pribadi Izanulo Duha. Kehadiran Izanulo Duha sebagai pengelola pada saat itu adalah karena dia sebagai seorang Suster (mewakili institusi) yang ditugaskan oleh pimpinan OSF untuk berkarya ditempat itu," imbuhnya.
Namun, kata Fr. Erick, selama menjalankan tugas sebagai Suster atau Biarawati Katolik, Izanulo Duha, tidak bisa menunjukkan sikap ketaatan kepada pimpinan, tidak mau bekerja sama dengan teman suster lainnya. Bahkan tidak menyampaikan laporan atas karya yang ditangani termasuk pertanggungjawaban keuangan pengelolaan panti dan klinik serta laporan sumbangan yang diterima.
"Malah pada akhirnya dia mendirikan Yayasan Karya Fa'omasi Zo'aya di kompleks Laverna yang pengurusnya berasal dari keluarganya sendiri tanpa sepengetahuan Kongregasi dan Gereja," sebut Fr. Erick.
Ia pun memberitahukan, pihak Ordo Kapusin Nias dan Kongregasi telah menempuh upaya persuasif, agar Izanulo Duha meninggalkan gedung bantuan kemanusiaan Kompas.
"Upaya persuasif sudah ditempuh, termasuk pemberitahuan secara tertulis namun tidak diindahkan," pungkasnya.
Klarifikasi Izanulo Duha
Terpisah, saat hal ini dikonfirmasi kepada Izanulo Duha alias Suster Clara, menuturkan jika Uskup Ludovicus Simanulang bersama dengan pimpinan Regio OSF Sibolga pernah membuat dekrit kepadanya.
Izanulo Duha. (Foto/YH)
"Sebelum itu, Keuskupan menyampaikan dekrit ke saya melalui surat, agar (saya) menyampaikan surat permohonan diri supaya saya keluar dari Kongregasi OSF Sibolga," sebutnya.
Setelah membaca isi surat tersebut, lanjut Izanulo Duha, menurutnya tidak ada alasan bagi dirinya untuk membuat surat permohonan keluar dari Kongregasi OSF Sibolga.
"Saya disini membantu untuk melayani anak-anak, orang sakit yang susah dan menderita disini. Dan lagi, pimpinan General dari Jerman pun mendukung saya disini, hanya pimpinan regio saja yang tidak mau menerima karya ini," ungkapnya.
Tambah Izanulo Duha mengakui jika dirinya telah dipecat dari kesusteran sebagai biarawati katolik. Namun mengenai aset atau gedung merupakan donasi dari hasil perjuangannya melakukan kegiatan sosial.
"Penyerahan aset itu ada berita acaranya, pengelolaannya juga diberikan secara pribadi kepada saya. Jadi, selagi itu (berita acara) belum dicabut, tidak akan saya serahkan kepada mereka, saya akan menuntut mereka," tegas Izanulo Duha. [SZ]