Nias.WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Indonesia menemukan126 dugaan pelanggaran konten yang terkait dengan pemilu di berbagai platform media sosial (medsos).
Selain itu, Bawaslu juga menerima 70 laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu untuk Pemilu 2024.
Baca Juga:
Berikut Tips Cara Jitu Menambah Jumlah Followers di TikTok
Data tersebut berhasil dihimpun selama periode 22 hari kampanye, mulai dari tanggal 28 November 2022 hingga Selasa, 19 Desember 2023.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menjelaskan bahwa Bawaslu secara aktif menangani 126 potensi pelanggaran konten internet yang berkaitan dengan Pemilu.
Temuan ini berasal dari patroli pengawasan siber, penelusuran melalui Intelligent Media Monitoring (IMM) Bawaslu di imm.bawaslu.go.id, dan juga melalui aduan masyarakat.
Baca Juga:
Begini cara Untuk Menyembunyikan Konten Pribadi di Ponsel
Pelanggaran konten internet (siber) yang ditemukan terdari 3 jenis, yakni ujaran kebencian (Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), hoaks (Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik), dan dugaan pelanggaran Pemilu (Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 287, Pasal 292, Pasal 304, Pasal 306 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum).
Berdasarkan jenis pelanggaran tersebut Lolly menyebut, ujaran kebencian sebanyak 124 konten, hoaks sebanyak 1 konten, dan politisasi SARA sebanyak 1 konten, dan 8 konten yang menyasar ke penyelenggara pemilu.
Belum ditemukan pelanggaran konten yang tertuju kepada partai politik maupun calon anggota legislatif.
Untuk sebaran platform meliputi Facebook (52), Instagram (38), X (32), Tiktok (3), dan Youtube (1).
"Terhadap temuan di atas, Bawaslu telah 3 kali melayangkan permohonan pembatasan akses konten kepada Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo RI," kata Lolly kepada wartawan, Rabu (20/12/2023).
Sementara itu, Puadi, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Datun Bawaslu RI, menyatakan bahwa pihaknya telah menangani 70 kasus terkait dugaan pelanggaran selama masa kampanye.
Kasus tersebut terdiri dari 35 kasus di tingkat pusat yang berasal dari laporan masyarakat, dan 35 kasus di tingkat daerah berdasarkan laporan dan temuan.
Puadi menekankan bahwa tingginya persentase laporan yang diterima oleh Bawaslu mencerminkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan yang sangat tinggi.
Hal ini bahkan melampaui partisipasi pada Pemilu tahun 2019, di mana hanya 19% dari laporan yang berasal dari masyarakat.
Dari 70 kasus yang ditangani, 26 kasus telah diregistrasi (37%), sementara 40 laporan tidak diregistrasi (57%), dan 4 kasus masih dalam proses kajian awal dan perbaikan (6%).
Informasi ini berdasarkan jenis pelanggaran dari 26 kasus yang telah diregistrasi.
"Pertama, pelanggaran terdiri pelanggaran administrasi (siaran partai politik di televisi), kedua, dugaan pelanggaran peraturan lainnya (netralitas ASN, diteruskan ke KASN), dan 23 laporan/temuan masih dalam proses penanganan pelanggaran," katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]