WahanaNews-Nias | Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, sejauh ini hanya PDIP yang setuju jika pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup atau mencoblos partai.
Menurutnya, lanjut Hasto, partainya tetap memiliki prinsip dalam berpolitik.
Baca Juga:
Daftar Lengkap Pengurus DPP Partai Golkar Periode 2024–2029
Ungkapan Hasto tersebut, sekaligus menanggapi kepada delapan fraksi di DPR yang menyatakan sikap menolak pemilu kembali ke sistem mencoblos partai.
"Kami ini taat konstitusi, tapi bagi PDIP kami berpolitik dengan suatu prinsip, dengan suatu keyakinan bahwa berdasarkan konstitusi, peserta pemilu adalah parpol," kata dia di kantor pusat DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1).
Hasto mengaku ingin menguatkan kaderisasi di internal partai lewat sistem proporsional tertutup.
Baca Juga:
Anies Gagal Maju Pilkada Jakarta, RK-Suswono Resmi Didukung 15 Partai
Dia menilai sistem proporsional terbuka yang selama ini ditetapkan telah memicu banyak dampak negatif. Mulai dari ongkos pemilu yang mahal, menekan manipulasi, dan kerja-kerja penyelenggara KPU yang melelahkan.
"Jadi ada penghematan, sistem menjadi lebih sederhana dan kemudian kemungkinan terjadinya manipulasi menjadi kurang," ucap Hasto.
Hasto menilai sistem proporsional tertutup dalam pemilu juga memungkinkan persaingan dilakukan secara sehat. Sebab, semua unsur masyarakat bisa ikut bersaing berdasarkan keahlian mereka dan bukan hanya berdasar popularitas.
"Jadi proporsional tertutup itu base-nya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi dewan, sementara kalau terbuka adalah popularitas," kata Hasto.
Sebelumnya, delapan partai politik pemilik kursi DPR menyatakan sikap menolak jika pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.
Mereka ingin sistem proporsional terbuka atau pemungutan suara mencoblos caleg tetap diterapkan.
Mereka pun meminta Mahkamah Konstitusi untuk memperhatikan laju perkembangan demokrasi di Indonesia dalam memutus perkara.
Diketahui, saat ini MK masih menguji materi pasal dalam UU Pemilu mengenai sistem pemungutan suara.
"Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia," bunyi salah satu poin pernyataan sikap delapan fraksi tersebut. [sdy/CKZ]