WahanaNews-Nias | Peluang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk berkoalisi dengan partai politik lain dinilai bakal semakin sempit jika keukeuh mengusung Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani sebagai bakal calon presiden 2024.
Sebab elektabilitas Puan masih sangat jauh dibanding rekan satu partai sekaligus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Baca Juga:
Mustikaningrat Tampil Memukau, Visi Ekonomi Sumedang Sugih Jadi Sorotan Debat Pilkada
Dalam hasil survei Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kompas pada Juni 2022, nama Puan yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P tidak muncul dalam posisi papan tengah ataupun atas dalam prediksi bursa capres 2024.
Sedangkan nama Ganjar ada di posisi kedua hasil survei Litbang Kompas dengan elektabilitas sebesar 22 persen.
Di posisi teratas masih ditempati Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dengan elektabilitas 25,3 persen.
Baca Juga:
Sengaja Dihapus, Foto Rano Karno Bersama Terduga Kasus Judi Online Lenyap dari Instagram
Kemudian pada posisi ketiga ditempati Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan elektabilitas sebesar 12,6 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS), Agung Baskoro, walaupun PDI-P mempunyai peluang mengusung capres pada pemilihan presiden 2024 tanpa perlu membentuk koalisi, mereka tetap harus cermat dalam menentukan siapa calon yang bakal diusung.
Walaupun sosok Puan digadang-gadang bakal meramaikan bursa Pilpres 2024, menurut Agung, PDI-P bakal kesulitan di kemudian hari jika berupaya mengusung Puan.
"Kans PDI-P untuk berkoalisi dengan partai semakin kecil ketika Puan jadi sosok harga mati menimbang raihan elektabilitasnya rendah," kata Agung, beberapa waktu lalu, melansir wahananews.co.
Memang sampai saat ini terlihat ada geliat buat mempersiapkan Puan untuk menggantikan kepemimpinan sang ibu yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.
Beberapa waktu lalu baliho hingga spanduk berisi wajah Puan menghiasi berbagai kota di Indonesia.
Hal itu bisa dianggap sebagai sinyal buat mengenalkan sosok Puan kepada masyarakat.
Maka dari itu, jika memang Puan tetap akan diusung dalam Pilpres 2024, PDI-P mesti mencari mitra koalisi yang tepat supaya bisa mendorong elektabilitas Puan yang sampai saat ini masih berada di papan bawah.
"Tak bisa dimungkiri bahwa PDI-P ingin menyiapkan suksesor Mega dalam diri Puan. Kebutuhan internal akan hal ini tampaknya jadi bahan pertimbangan yang sama pentingnya dengan siapa kelak nanti PDI-P berkoalisi agar kans Puan menang semakin besar dalam Pilpres," ucap Agung.
Di sisi lain, aroma persaingan di internal PDI-P semakin kuat setelah Puan beberapa kali melontarkan pernyataan yang bernada sindiran, seperti calon pemimpin yang hanya aktif di media sosial dan lainnya.
Meski tidak secara langsung menyebutkan nama, diduga pernyataan Puan itu diarahkan kepada Ganjar.
Sebab, Ganjar memang aktif di media sosial dan mempunyai pengikut yang jumlahnya lumayan.
Jika PDI-P memutuskan tidak mengusung Ganjar untuk maju dalam Pilpres 2024, menurut Agung, dia mempunyai dua pilihan.
"Jika hal ini yang menjadi dasar, wajar bila Ganjar harus siap-siap mencari perahu lain atau memang rela menjadi penyokong Puan sebagaimana ia disokong saat 2 kali Pilgub Jateng," ucap Agung.
Merugi Tanpa Koalisi
Menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden 2024, Megawati menugaskan Puan buat membuka komunikasi dengan sejumlah partai politik.
Puan juga menegaskan bahwa PDI-P akan tetap menjajaki kerja sama dengan partai politik lain, meski hingga kini belum melakukan pertemuan dengan partai politik lain.
"Kerja sama dengan semua partai kita akan jajaki. Jadi jangan kemudian karena PDI Perjuangan belum ketemu sama ketua umum yang lain, kemudian dianggap enggak mau kerja sama," kata Puan saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (25/6/2022) lalu.
PDI-P sampai saat ini bisa bersikap tenang karena jumlah kursi mereka di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memenuhi syarat untuk mengusung calon presiden tanpa harus berkoalisi.
Menurut Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilihan umum sebelumnya bisa mengusung calon presiden.
Persyaratan tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) itu diberlakukan pada Pilpres 2024.
Ambang batas yang digunakan pada Pilpres 2024 berdasarkan perolehan jumlah kursi DPR atau suara sah nasional partai pada pemilihan legislatif 2019 lalu.
Dalam Pemilu 2019, tidak ada satu pun partai politik peserta yang mendapat perolehan suara 25 persen.
Akan tetapi, PDI-P meraih perolehan suara tertinggi dalam Pemilu 2019, yakni sebanyak 27.503.961.
Dengan jumlah suara itu, PDI-P mendapat 128 kursi di DPR.
Karena jumlah kursi PDI-P di DPR sudah melampaui 20 persen dari jumlah keseluruhan yang mencapai 575 kursi, partai berlambang banteng dengan moncong putih itu bisa mengusung capres secara mandiri.
Poros kerja sama politik yang saat ini terbentuk adalah Koalisi Indonesia Baru (KIB).
KIB digagas oleh tiga partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
PAN, Golkar, dan PPP membentuk koalisi dengan tujuan bisa mengusung calon presiden pada Pilpres 2024.
Jika dihitung, penggabungan perolehan kursi di DPR milik PAN, Golkar, dan PPP mencapai 148.
Beberapa partai politik yang lolos ke parlemen pada Pemilihan Umum 2019 juga mewacanakan akan membentuk koalisi. Mereka adalah Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Meski begitu, sampai saat ini belum terlihat pertanda bakal ada poros koalisi selain KIB yang terbentuk.
PDI-P untuk sementara tidak perlu bermanuver menggalang kerja sama karena perolehan kursi mereka di DPR mencukupi buat mengusung capres.
Akan tetapi, jika PDI-P menginginkan meraih cita-citanya untuk menang ketiga kalinya dalam Pemilu 2024, Agung menilai mereka tetap harus bermitra dengan partai politik lain.
"Karena bila mereka mau sendiri secara mandiri, untuk menang ketiga kalinya (hattrick) semakin sulit. Bagaimanapun politik kita bicara representasi atas beragama kepentingan, ideologi, dan golongan-golongan," ujar Agung.
Menurut Agung, PDI-P sebagai partai yang beraliran nasionalis tetap harus menggandeng partai politik lain yang mempunyai basis pemilih dan corak lain.
Misalnya, kata Agung, dengan membentuk koalisi dengan partai bercorak Islam moderat.
"Sehingga, kans menang semakin besar dalam pileg dan pilpres bukan hanya salah satunya," kata Agung. [rin/CKZ]