WahanaNews-Nias | Wakil Ketua MPR RI, Fraksi PPP, Arsul Sani, menyebutkan MPR RI belum pernah secara formal mengkaji wacana penundaan Pemilu 2024.
"Maka yang bisa saya katakan adalah bahwa MPR RI dalam hal ini pimpinan MPR dan Fraksi-fraksi di MPR secara formal belum pernah membicarakan soal wacana penundaan Pemilu 2024," ujar Arsul dalam keterangannya, Senin (28/2/2024).
Baca Juga:
Arsul Sani Resmi Dilantik Jadi Hakim Mahkamah Konstitusi
Para pimpinan MPR mengikuti perkembangan wacana penundaan pemilu itu di ruang publik dan media. Para pimpinan menyampaikan komentar dan pandangannya dalam internal secara informal dengan sikap sesuai fraksi masing-masing.
Menurut Arsul, melakukan amandemen UUD 1945 di MPR untuk penundaan pemilu perlu bertanya kepada rakyat. Meski memang dimungkinkan, menurut Arsul, secara moral konstitusi tidak pas dilakukan amandemen. Bila tanpa persetujuan rakyat maka amandemen ini terkesan abuse of power.
Sehingga perlu ditanya kepada masyarakat apakah setuju Pemilu 2024 perlu ditunda atau tidak.
Baca Juga:
H. Bakrie Dukung dan Support Deklarasi DPW Relawan Martabat Prabowo-Gibran Provinsi Jambi
"Menurut saya secara moral konstitusi tidak pas untuk melakukan amandemen UUD jika MPR tidak bertanya dulu kepada rakyat secara keseluruhan apakah rakyat setuju pemilu ditunda," ujar Arsul.
"Jika hanya mengandalkan kekuasaan formal MPR untuk mengubah UUD 1945, maka meski syarat Pasal 37 UUD bisa dipenuhi, menurut hemat saya ini kesan 'abuse of power' oleh MPR tidak akan bisa dihindari," jelasnya.
Tak Elok MPR Mereduksi Hak Pemilik Kedaulatan
UUD 1945 menetapkan pemegang kedaulatan di Indonesia adalah rakyat. Maka, menunda pemilu sama dengan menunda hak konstitusional rakyat untuk memilih pengemban mandat selama lima tahun mendatang.
Sebagai pemegang mandat, kata Arsul, tidak elok jika MPR mereduksi hak pemilik kedaulatan. Tidak elok pemilu diputuskan ditunda tanpa melibatkan masyarakat luas.
"Jadi bagi saya maka tidak cukup hanya mengandalkan landasan formal Pasal 37 UUD NRI 1945, tanpa diikuti dengan bertanya kepada rakyat apakah mereka setuju hak konstitusional-nya untuk memilih pemegang mandat 5 tahunan baik di rumpun eksekutif maupun legislatif ditunda," ujar Arsul. [CKZ]