Pada kesempatan yang sama, Pendiri Museum Pusaka Nias, Pastor Yohannes, bernostalgia mengenang perjalanan panjang berdirinya museum tersebut.
Pastor Yohanes menuturkan bahwa gagasan mendirikan Museum Pusaka Nias telah muncul jauh sebelum peletakan batu pertama dilakukan tiga puluh tahun lalu.
Baca Juga:
Museum Fauna Terbesar di Asia Tenggara Ada di Bogor, Yuk Kenali!
Semangat itu tumbuh sejak dirinya bertugas sebagai Pastor Rektor Distrik di Telukdalam pada tahun 1978 hingga 1987, ketika mulai mengumpulkan artefak, tradisi lisan, dan catatan budaya masyarakat Nias.
"Pada tahun 1990, melalui semangat Konsili Vatikan II, muncul dorongan untuk membangun museum sebagai upaya melestarikan nilai-nilai budaya lokal," tuturnya.
Dengan segala keterbatasan, ia bersama para rekan rohaniawan dan mitra internasional bekerja keras membeli lahan, mengumpulkan koleksi, serta membangun fondasi museum yang kini berdiri megah di Kota Gunungsitoli.
Baca Juga:
Pramono atau Ridwan Kamil, Sutiyoso: Enggak Ada yang Saya Pilih
“Segala upaya ini bukan semata untuk mengenang masa lalu, tetapi untuk menegaskan jati diri dan kebanggaan kita sebagai masyarakat Nias yang memiliki warisan budaya yang unik dan luhur,” ujar Pastor Yohannes.
Ia juga menyampaikan rasa syukur atas dukungan dari berbagai pihak.
"Terimakasih atas dukungan berbagai pihak, termasuk Missio Aachen (Jerman), Ford Foundation (Amerika Serikat), serta para peneliti seperti Prof. Alain Viaro dan Prof. Ingo Kennerknecht yang turut berperan dalam pengembangan museum dan penelitian budaya Nias," ucapnya.