WahanaNews-Nias | Sekelompok pemuda Nias dari berbagai latar belakang yang berbeda, baik organisasi, pendidikan, profesi, menggelar diskusi bersama di Resto Raja Koki, Kelurahan Pasar, Gunungsitoli, Kamis (7/4/2022).
Diskusi ini mengangkat tema "Kenapa kepulauan Nias tidak beranjak Maju di tinjau perspektif SDM, Infrastruktur dan Teknologi (Digitalisasi)", dengan moderator diskusi Yones Laia, S.Psi, M.Psi, dan koordinator Diskusi, Derman Laoli, SH.
Baca Juga:
Serius Maju KNPI Kota Bekasi Periode 2025-2028, Bang Aji Ambil Formulir Pendaftaran
Hadir sebagai narasumber pertama, Direktuf Eksekutif Academic Training Legal System (ATLAS), Desmen Hia, S.H., M.H, mengatakan bahwa menurut kajian lembaganya ada beberapa titik yang menjadi kendala utama, untuk bidang infrastruktur ini yaitu masalah pembebasan lahan.
"Ini sering kali terjadi di masyarakat kita apabila ada suatu pembangunan ada penolakan-penolakan," kata Desmen.
Kemudian, kata Desmen, proses perencanaan dan pelaksanaan proyeknya. Menurutnya hal ini sering menjadi multi tafsir, sering ada perdebatan di antara masyarakat bahwa jangan-jangan proyek ini adalah titipan-titipan oleh para politisi atau hanya sekedar dari birokrasi/birokrat yang ada di dalam.
Baca Juga:
Maju KNPI, Bang Aji Siap Hadirkan Arah Baru untuk Pemuda Kota Bekasi
"Padahal semua proyek itu selalu ada kode anggarannya yang tidak bisa dirubah oleh siapa pun apabila sudah masuk didalam anggaran tertentu," benernya.
Lalu pada proses pendanaan, "saat ini kita bersyukur bahwa Covid-19 sudah mulai mereda dan masyarakat kita sudah bisa melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan," ujarnya.
Lanjut Desmen, terkait Sumber Daya Manusia (SDM), sebenarnya kita ini sudah ada SDM nya tapi belum terorganisir kemana arahnya.
"Nanti kita menggugah para pejabat-pejabat kita yang ada di Kepulauan Nias ini, kemana arahnya model pendidikan sumber daya manusia ini, apakah berkemajuan, berkarakter atau hanya berdasarkan apa kata bapak atau apa kata ibu, dan ini monoton," ujar Desmen.
Berkaitan dengan dunia digitalisasi, Desmen menerangkan lebih duluan perkembangan digitalisasi ilmu dan teknologi dari pada ilmu konvensional.
"Ilmu konvensional hanya setiap hari kita datang sekolah dan pulang, apa lagi sekarang tidak ada ujian nasional hanya ujian sekolah yang menilai hanya guru. Nah, hal-hal seperti inilah yang perlu kita awasi," terangnya.
Ia menghimbau, pembangunan karakter ini perlu disosialisasikan, apakah melalui peraturan daerah, melalui paran kepala desa yang selalu bersentuhan dengan masyarakat dan yang paling penting adalah peran media massa untuk mensosialisasikan budaya berkarakter.
"Ini supaya SDM ini tetap berbudaya, sehingga bisa menjadi salah satu alternatif solusi dalam mengambil langkah-langkah kedepan didalam proses peningkatan sumberdaya manusia kita yang berkemajuan," ujarnya.
Senada, Ketua DPC Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Karya Bate'e, SSTP, MAP, hadir sebagai nara sumber kedua, mengatakan majunya sebuah daerah ada tiga pemangku kepentingan yaitu pemerintah itu sendiri kemudian masyarakat dan yang terakhir adalah swasta.
Ketiga ini, kata Karya Bate'e, harus melakukan kolaborasi yang baik, mudah-mudahan pemerintah dengan instrumen kebijakannya sesuai dengan kewenangannya yang diberikan, sesuai dengan persoalan isu strategis yang ada di daerah itu sendiri, kemudian masyarakat menerima hasil-hasil pembangunan mulai dari pembebasan lahan, setelah selesai dimanfaatkan dengan baik, kemudian dijaga dan ada rasa memiliki dari hasil pembangunan itu sendiri.
"Masyarakat juga mengawasi, kritis, kritik yang sifatnya untuk menyempurnakan hasil-hasil pembangunan dimaksud, itulah peran masyarakat dan peran swasta adalah persoalan stabilisasi, distribusi ekonomi, persoalan ekonomi disana. Kalau pengusaha tidak ada kita akan merasakan inflasi di kepulauan Nias," jelas Karya Bate'e.
Kalau bicara masalah SDM, lanjut dia, mengukur majunya sebuah daerah itu ada satu indikator yang sangat bagus sekali yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
"Karena terbentuknya sebuah pemerintahan itu yang dibangun adalah manusia, mau jalan yang kita bangun secara infrastruktur walaupun infrastruktur non formal muaranya adalah pembangunan manusia," ujarnya.
Mengapa kami sampaikan demikian, lanjutnya, karena hanya ada tiga mimensi pembangunan manusia yaitu pertama dimensi pendidikan, dimensi kesehatan dan dimensi pendapatan perkapita.
"Itulah secara makro kami sampaikan kepada kita semua, apa yang menjadi persoalan," katanya.
Karya Bate'e berkesimpulan bahwa pemerintah daerah sebagai pemangku kepentingan yang paling utama dalam regulasi ini, lalu harus memiliki mental, dan generasi muda juga harusnya menjadi agen perubahan yang punya gagasan-gagasan yang baru.
Dari pantauan, diskusi ini berjalan alot, dimulai pukul 13.30 Wib, selesai hingga pukul 17.00 Wib. Adapun para pemuda yang hadir dari Akademisi, LSM, Ormas dan Pers. [CKZ]