WahanaNews-Nias | Sekolah Tinggi Pastoral (STP) Dian Mandala Gunungsitoli melaksanakan seminar nasional dengan materi pembahasan tentang budaya perkawinan adat Nias, di Aula Paroki Santa Maria Bunda Para Bangsa Gunungsitoli, Jalan Karet, nomor 33 A, Kota Gunungsitoli, Sabtu (20/8) pagi.
Hadir sebagai nara sumber pada seminar ini, P. Onesimus Otenieli Daeli, S.S., M.Hum., Ph.D., Pdt. Tuhoni Telaumbanua, Ph.D., dan P. Blasius Superma Yese, S.Ag., M.Th.
Baca Juga:
Bakesbangpol Kepri selenggarakan Workshop Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN)
Mengawali laporan, Ketua Panitia, Dalifati Ziliwu, S.Pd., M.Pd., mengatakan bahwa tujuan Seminar Nasional ini adalah mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Seminar nasional STP Dian Mandala. (Foto/ist)
Baca Juga:
Peringati Bulan K3 Nasional 2025, DPP A2K3 Resmi Lantik Pengurus DPC A2K3 Kepri
"Ini sebagai pengabdian kepada masyarakat, STP Dian Mandala melaksanakan seminar nasional," kata Dalifati Ziliwu.
Menurutnya, seminar ini dilaksanakan untuk membangun pemahaman dan pandangan yang sama dengan lapisan masyarakat tentang pelaksanaan perkawinan di Nias yang membangun dan menciptakan kasih dan mengurangi kemiskinan tanpa merubah tradisi adat dan budaya, dengan mengambil tema "Budaya Perkawinan di Nias antara Kasih dan Beban".
Untuk diketahui, kegiatan Seminar ini dibuka secara resmi oleh Ketua STP Dian Mandala Gunungsitoli, P. Dominikus Doni Ola, S.Ag., M.Th, dalam sambutannya mengatakan realitas kemiskinan di Nias telah tercatat karena adat perkawinan di Nias.
Foto bersama usai seminar. (Foto/ist)
"Di satu pihak sungguh bagus dan mencerminkan tetapi setelah mencicipi pengalaman acap kali rencana pembentukan keluarga baru dihambat oleh bowo hada (jujuran adat) bahkan tidak sempat melihat dan menikmati indahnya hidup berkeluarga yang dalam arti telah di bumbung oleh tabir gelap dan derita," katanya.
Hari ini, lanjut dia, Lembaga STP Dian Mandala mengangkat Seminar Nasional ini sebagai salah satu sumbangan dari pihak-pihak kampus untuk terus menyalakan obor rintisan sekaligus sebagai jalan perhatian kami kepada masyarakat tentang buda adat.
"Kita setuju bahwa "bosi bowo" (jujuran adat) kita pertahankan, nilainya kita lestarikan tetapi wujud dan pelaksanaannya kita sederhanakan," ujarnya.
Kemiskinan, kemelaratan hendaknya tidak menjadi refren hidup orang Nias, lakhomi (wibawa) sumange (hormat adat) tòi (nama dalam lingkup adat) tidak akan bermakna kalau hidup tidak realistis.
Dengan demikian, Dominikus mengajak semua pihak untuk mencari solusi dengan reformasi, transformasi, karena keluarga adalah pintu masuk transportasi dengan memberi teladan, orientasi, damai dan bahagia dalam hidup berkeluarga.
Di tempat yang sama, Vikaris Jenderal Keuskupan Sibolga, R.P. Gregorius Fau, O.F.M. Cap., melalui kata penggembalaannya menyampaikan bahwa, keleluasan dalam lingkup perkawinan itu sendiri tidak hanya menjadi beban dua orang saja tetapi telah menjadi sebuah peristiwa sosial bahkan juga menjadi ada hubungan yang sama terkait dengan institusional.
"Hari ini kita telah berkumpul mengikuti seminar ini tentu nanti kita akan melihat nilai-nilai yang harus diperjuangkan di dalamnya, kita sangat menghargai, bersyukur atas warisan budaya yang dari dulu dihidupkan sampai sekarang ketika seseorang menikah membentuk satu bahtera keluarga," ujarnya.
Sebagai informasi, kegiatan seminar ini diikuti oleh 500 orang peserta, dihadiri oleh Pastor Dekanus, Pastor Paroki se-Dekanat Nias, Kepala Dinas Pendidikan se-Kepulauan Nias, Kasi Bimas Katolik se-Kepulauan Nias, Ketua Lembaga Budaya Nias (LBN) se-Kepulauan Nias.
Kemudian, Pimpinan Denominasi Agama Eporus GNKPI, dan Bhisop Gereja Amin, Ketua STP Dian Mandala Gunungsitoli, Fungsionaris, Dosen beserta pegawai, Pimpinan Perguruan Tinggi se Kepulauan Nias, Pimpinan Sekolah se-Kota Gunungsitoli, Pimpinan Konggregasi Kaum Religius, para Mahasiswa dan undangan lainnya. [CKZ]