WahanaNews-Nias | Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Sumatera Utara melaporkan proyek pekerjaan peningkatan struktur jalan Laehuwa - Ombolata - Tumula - Faekhuna’a di Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara, senilai Rp32 Miliar, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pekerjaan proyek ini telah dilakukan pemutusan kontrak kerja sejak tanggal 30 Desember 2022, diduga jadi ajang korupsi.
Baca Juga:
Proyek Saluran Pulomas Utara Disorot, Abdul Rauf Gaffar Terancam Dilaporkan ke APH
Ketua FKI-1 Sumatera Utara, Syaifuddin Lubis saat menyampaikan laporan di KPK, Selasa (14/2/2023). (Foto/Ist)
Selain dilaporkan ke KPK, juga telah dilaporkan ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, hal ini diungkapkan Ketua FKI-1 Sumatera Utara, Syaifuddin Lubis, kepada wahananews.co, melalui selulernya, Jum’at (10/3/2023) siang.
“Sudah kita laporkan ke KPK dan KSP,” kata Syaifuddin Lubis.
Baca Juga:
Biaya Rehab Gedung Kantor Sudin LH Jakut Diduga Mark-up, KPK Kemana?
Deputi 1 KSP, Bidang Infrastruktur, Niko (Kiri) dan Ketua FKI-1 Sumatera Utara, Syaifuddin Lubis (Kanan). (Foto/Ist)
Ia memberitahukan, bahwa laporan tersebut telah diterima KPK dan teregister pada hari Selasa (14/2/2023) sekira pukul 13.50 Wib.
Dan untuk KSP, ia mengaku pihaknya telah diterima secara langsung oleh Deputi 1 Bidang Infrastruktur, Niko, pada hari Kamis (9/3/2023) kemarin.
“Untuk di KPK kita sudah berikan keterangan yang outentik sesuai dengan fakta lapangan, dan untuk di KSP kita sudah diterima secara langsung oleh pak Niko selaku Deputi 1 Bidang Infrastruktur,” terangnya.
Menurut kacamata hukum FKI-1, lanjut Syaifuddin Lubis, terkait proyek tersebut dinilai sudah jauh menyimpang dan melanggar aturan-aturan yang ditetapkan.
“Karena selain pekerjaannya juga amburadul dan tidak sesuai dengan ketepatan waktu, kemudian ini sangat menyengsarakan masyarakat akibat dari pembangunan ini,” sebutnya.
Ia mendesak agar masalah proyek nasional yang pernah ditinjau Presiden RI, Joko Widodo pada 6 Juli 2022 diusut mulai dari pelelangan pekerjaan.
“Karena disitu ada indikasi, diduga ada konspirasi yang dilakukan oleh panitia tender kepada pelaksana”,
“Kemudian dalam pekerjaannya juga terlalu berani dicairkan anggaran negara sebesar lebih kurang Rp 15 miliar dalam dua kali pencairan tanpa ada progres yang jelas dari pekerjaan yang kita amati dilapangan”,
“Jadi, ada indikasi dugaan korupsi, diduga ada permainan-permainan kotor yang telah dilakukan untuk menggerogoti uang negara ini,” katanya.
Oleh karena itu, sebagai organisasi yang mendukung program pemerintah, ia sangat menyayangkan keberanian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait yang telah kita laporkan ini untuk melakukan pencairan.
“Terutama ini yang paling bertanggungjawab PPKnya, PPK 3.6 ini terlalu berani, dia harus bertanggung jawab penuh untuk melihat tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pelaksana itu, jangan asal cair-cairkan saja,” ketusnya.
Ia mengatakan, agar laporan tersebut segera diusut tuntas oleh KPK dan KSP.
“Biar ada efek jera, jika terbukti kami minta agar pihak-pihak yang terlibat ditangkap dan dipenjarakan, karena ini telah menjatuhkan wibawa pemerintah, apalagi ini proyek dari kebijakan Bapak Presiden RI untuk penangulangan kemiskinan ekstrem di Pulau Nias,” tandasnya.
Sekedar informasi, Paket pekerjaan peningkatan struktur jalan Laehuwa - Ombolata - Tumula - Faekhuna’a di Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara, senilai Rp 32 Miliar tak kunjung selesai hingga saat ini, bahkan telah dilakukan pemutusan kontrak kerja sejak tanggal 30 Desember 2022.
Meski telah dilakukan pemutusan kontrak kerja terhadap pekerjaan yang pernah ditinjau presiden Jokowi pada 6 Juli 2022 lalu, proyek untuk membangun konektivitas antar wilayah di Pulau Nias ini telah menggelontorkan belasan miliar uang negara, oleh rekanan berhasil menarik uang muka bersama termin dengan total diperkirakan senilai Rp 15 Miliar.
Lebih parahnya, dari pantauan, meskipun rekanan telah melakukan penarikan terhadap uang negara senilai Rp 15 Miliar dari pekerjaan tersebut, tapi sesenti pun belum ada dilakukan aspal hotmix.
Bahkan, bangunan pendukung lainnya seperti Box Culvert dan Tembok Penahan Tanah (TPT) sebagian belum terselesaikan dan terkesan ‘terbengkalai’.
Hingga berita ini diturunkan, telah dikonfirmasi kepada PPK 3.6, Satker PJN Wilayah III Provinsi Sumatera Utara, Faber Pandjaitan dan Kepala Satker PJN Wilayah III Provinsi Sumatera Utara, A. Halim, namun masih belum bersedia memberikan tanggapan. [tum/CKZ]