NIAS.WAHANANEWS.CO, Jakarta -
Klaim Lisa Mariana yang menyatakan ayah biologis anaknya berinisial CA adalah Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) akhirnya menemukan titik terang.
Berdasarkan hasil tes DNA yang telah diumumkan Bareskrim Polri pada 20 Agustus 2025 memastikan bahwa RK bukan ayah biologis dari anak CA
Baca Juga:
Waspada! Sembilan Produk Ini Dinyatakan Mengandung Babi oleh BPOM dan BPJPH
Dengan hasil tes DNA tersebut, anak Lisa Mariana inisial CA ternyata tidak terbukti secara ilmiah memiliki hubungan darah dengan RK.
Hasil tes DNA itu sekaligus menjadi penguat laporan polisi yang dibuat Ridwan Kamil pada 11 April 2025 terkait dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi palsu melalui media sosial yang kini telah naik ke tahap penyidikan.
Praktisi hukum, Yasaro Larosa, menilai bahwa bukti DNA memberikan kepastian hukum sekaligus memperkuat proses pidana terhadap laporan Ridwan Kamil.
Baca Juga:
Keluarga Desak TNI AL Tes DNA Sperma di Tubuh Juwita, Ada Dugaan Pelaku Lebih dari Satu
“Hasil tes DNA memberi kepastian ilmiah bahwa Ridwan Kamil bukan ayah biologis anak yang diklaim Lisa Mariana. Dari perspektif pidana, bukti ini memperkuat laporan yang diajukan Ridwan Kamil, terutama terkait pencemaran nama baik dan penyebaran informasi menyesatkan publik,” kata Yasaro kepada wartawan saat dimintai tanggapan, di Jakarta, Kamis (21/8) siang.
Menurut Yasaro, laporan RK menyoroti klaim palsu yang disebarkan melalui media sosial maupun konferensi pers oleh Lisa Mariana dapat menjadi dasar lebih kuat untuk menilai unsur pidana dalam laporan tersebut.
“Meski bukti DNA sudah jelas, penyidik tetap harus menilai keseluruhan fakta. Jika bukti terpenuhi, Lisa Mariana dapat dijerat Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, Pasal 311 KUHP tentang fitnah, serta pasal-pasal terkait UU ITE, termasuk Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 45,” tambah Yasaro.
Ia mengatakan bahwa bukti ilmiah tidak hanya memperkuat laporan pidana, tetapi juga memberi kepastian hukum bagi pihak yang dirugikan.
“Tes DNA adalah alat objektif yang membantu aparat penegak hukum menindaklanjuti laporan pidana. Proses hukum harus berjalan adil dan akurat agar keadilan bagi pihak yang dirugikan dapat ditegakkan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti aspek prosedural dalam penanganan kasus ini. Menurutnya, Penyidik harus tetap memeriksa semua bukti pendukung lain, termasuk dokumen komunikasi, keterangan saksi, dan rekaman publikasi klaim palsu, untuk memastikan proses pidana berjalan sesuai ketentuan hukum.
“Dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi palsu, penyidik tidak bisa hanya mengandalkan satu bukti. Keseluruhan fakta harus dikaji agar penerapan hukum akurat dan tidak menimbulkan kontroversi,” jelasnya.
Hasil tes DNA tersebut dapat menjadi dasar untuk menolak potensi pembelaan dari pihak terlapor jika mencoba mengalihkan isu ke hal-hal tidak relevan.
“Bukti ilmiah ini akan menjadi landasan kuat bagi Penyidik untuk menetapkan langkah hukum berikutnya, termasuk kemungkinan penetapan tersangka. Ini menunjukkan pentingnya data objektif dalam mempercepat penanganan kasus pidana,” ujarnya.
Namun, kata Yasaro, prinsip fair trial tidak hanya melindungi hak-hak pihak yang dilaporkan, tetapi juga menjaga legitimasi keputusan hukum di mata publik.
“Menegakkan keadilan berarti seluruh bukti, termasuk tes DNA, dinilai secara komprehensif. Ini penting agar putusan sah secara hukum dan dapat diterima secara sosial,” imbuhnya.
Hingga saat ini, penyidik Bareskrim Polri masih melakukan gelar perkara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya terhadap Lisa Mariana, termasuk kemungkinan penetapan tersangka jika bukti dinilai cukup. [CKZ]