WahanaNews-Nias | Eks Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Hasanuddin Ibrahim ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia ditahan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan fasilitas sarana budidaya pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau pupuk hayati pada 2013.
Baca Juga:
Pangkas 145 Regulasi, Kebijakan Distribusi Pupuk Langsung Ke Petani Dinilai Tepat
Melansir Wahanaadvokat.com, Hasanuddin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut sejak 2016. Mengenai hal itu, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, menyatakan penahanan yang bersangkutan merupakan komitmen pihaknya untuk menyelesaikan tunggakan perkara.
“Upaya paksa penahanan tersangka pada penyidikan perkara pengadaan pupuk hayati di Kementerian Pertanian tahun 2016 ini, merupakan komitmen KPK untuk menyelesaikan setiap tunggakan perkara,” kata Karyoto saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/5/2022).
Karyoto menyampaikan rasa prihatinnya mengingat kasus kali ini berimbas pada terganggunya produktivitas sektor pertanian yang menjadi tumpuan pembangunan ekonomi agraris. Untuk itu, dia menekankan pentingnya penegakan hukum tindak pidana korupsi untuk dilangsungkan secara tuntas.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Minta Kementan Libatkan Unsur Masyarakat Sesudah Ubah Lahan Pertanian Jadi Sumber Listrik untuk 52 PLTU
“Agar penegakkan hukum tindak pidana korupsi dilaksanakan secara tuntas dan para pihak terkait segera mendapatkan kepastian hukum,” tegasnya.
Diberitakan, untuk kasus ini, selain Hasanuddin yang juga mantan staf ahli menteri pertanian bidang perdagangan dan hubungan internasional, KPK juga menjerat mantan PPK Satker Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Eko Mardiyanto, dan petinggi PT Hidayah Nur Wahana, Sutrisno.
Akan tetapi, Eko Mardiyanto telah divonis 6 tahun penjara dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, sementara Sutrisno divonis 7 tahun penjara.
Hasanuddin bersama-sama Eko Mardiyanto dan Sutrisno telah menggelembungkan harga pengadaan pupuk hayati yang akan disalurkan kepada para petani. Dari nilai kontrak pengadaan sekitar Rp 18,6 miliar, ketiganya telah merugikan keuangan negara lebih dari Rp 12,9 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Hasanuddin Ibrahim dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [tum/CKZ]