NIAS.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sejumlah warga kembali mengajukan gugatan terkait Undang-Undang TNI yang pada intinya meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi prajurit TNI pada jabatan sipil. Gugatan ini kembali diajukan usai sempat tak diterima MK karena urusan dokumen.
Dilihat dari situs resmi MK, Jumat (5/12/2025), gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 238/PUU-XXIII/2025. Pemohon dalam pekara ini ialah Syamsul Jahidin, Ria Meryyanti, Ratih Mutiara Louk Fanggi, Marina Ria Aritonang, Yosephine Chrisan Eclesia Tamba, Achmad Azhari dan Edy Rudyanto, melansir dari detikcom.
Baca Juga:
UU Pemilu dan Pilkada Diubah, MK Pisahkan Jadwal Pemilu Pusat dan Daerah
Dalam permohonannya, mereka meminta agar MK mengubah pasal 47 ayat (1) dan (2) UU nomor 3 tahun 2025 tentang TNI. Berikut bunyi pasal yang digugat:
Pasal 47
(1) Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/ atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung
Baca Juga:
Ketua DPRD Jateng Minta Pemprov Tidak Hanya Bergantung Kebijakan Pemerintah Pusat
(2) Selain menduduki jabatan pada kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lain setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Mereka meminta MK membatasi jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI. Para pemohon beralasan aturan yang membolehkan prajurit TNI menduduki jabatan sipil tertentu tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun menimbulkan ketidakadilan.
"Apabila prajurit TNI diperbolehkan menduduki jabatan sipil tanpa terlebih dahulu melepaskan status kemiliterannya, terdapat ketidakseimbangan normatif yang nyata antara warga sipil dan militer dalam akses terhadap jabatan publik," ujar pemohon.