WahanaNews-Nias | Pesiden Jokowi memerintahkan untuk menyiapkan tempat karantina bagi penderita tuberkulosis (TBC).
Wacana ini dinilai banyak pihak merupakan langkah baik. Tapi, jangan sampai wacana tersebut justru menimbulkan stigma bagi penderita TBC.
"Namun, penting untuk memastikan agar upaya tersebut tidak meningkatkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan TBC itu di masyarakat,” ujar anggota Komisi IX DPR, Putih Sari, melalui keterangan tertulis, Senin (31/7/2023).
Menurut dia, Stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC dinilai masih menjadi masalah serius di Indonesia. Banyak orang yang kurang memahami tentang penyakit ini dan cenderung menjauhi atau bahkan mendiskriminasi orang yang mengidapnya.
Baca Juga:
Kasus TBC Meningkat, Pemkab Dairi Gelar Rencana Aksi Eliminasi
"Stigma ini dapat membuat orang-orang enggan untuk mencari perawatan medis atau bahkan menyembunyikan status penyakit mereka, yang berpotensi memperburuk penyebaran TBC di masyarakat,” jelas dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menyampaikan mengatasi stigma dan diskriminasi harus menjadi fokus utama penanggulangan TBC.
Hal itu dapat dengan edukasi meningkatkan kesadaran tentang TBC, penyebarluasan informasi yang akurat tentang penularan dan pencegahan, serta melibatkan komunitas dalam mendukung orang dengan TBC.
Di sisi lain, pelibatan media massa dan tokoh masyarakat dinilai dapat menjadi sarana menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC.
Baca Juga:
Potensi Indonesia sebagai Pemimpin Produksi Hidrogen dan Amonia di Asia
Menurut Putih, sinergi antara pemerintah, tenaga medis, masyarakat, dan penderita adalah kunci penanggulangan TBC.
"Diperlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif, yang tidak hanya berfokus pada aspek medis tetapi juga mengakomodasi aspek sosial, psikologis, dan ekonomi," ujar dia.
Politikus berlatar belakang dokter gigi itu menjelaskan beberapa orang dengan TBC tidak perlu di karantina, asal mereka disiplin selama pengobatan.
Seperti, minum obat sesuai jadwal, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta penggunaan masker untuk mencegah penularan saat batuk atau bersin juga sangat disarankan.
Karantina hanya dikhususkan bagi penderita TBC kategori parah. Serta, resisten terhadap obat, tidak memiliki dukungan keluarga, atau menghadapi kesulitan ekonomi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah memerintahkan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin untuk menyiapkan tempat karantina khusus bagi penderita TBC.
Langkah ini dilakukan mengingat penyakit TBC merupakan masalah kesehatan yang serius dan lama di Indonesia.
Diketahui beban TBC di Indonesia menempati ketiga di dunia setelah India dan Cina. Jumlah kasus TBC di Indonesia capai 824 ribu.
Sedangkan korban jiwa akibat TBC tercatat 93 ribu orang per tahun. Atau setara dengan 11 orang meninggal per jam. [Tio/CKZ]