WahanaNews-Nias| Beberapa bulan ini, masyarakat dibuat pusing dengan polemik minyak goreng. Mulai dari harganya yang mahal, program minyak goreng murah dari pemerintah, hingga kelangkaan.
Banyak yang mempertanyakan kelangkaan ini mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen sawit terbesar di dunia.
Baca Juga:
Bupati Pasaman Tandatangani Kerja Sama dengan Sawit Watch di Ruang Kerja
Menyadur wahananews.co, kelangkaan stok minyak goreng berimbas pada harga yang melambung tinggi. Dari sebelumnya belasan ribu rupiah, kini harganya bisa meroket jadi puluhan ribu rupiah per liternya.
Masyarakat mencoba mengantri berjam-jam, bahkan ada yang pergi ke daerah lain demi mendapatkan minyak goreng.
Sakila Andini (45) dan lima temannya, rombongan ibu-ibu yang rela menempuh perjalanan 12 jam dari Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah ke Kota Medan demi membeli minyak goreng.
Baca Juga:
Soal HGU Sawit Dijadikan Kawasan Hutan, KLHK Dinilai Lampaui Wewenang
Di daerah Sakila tinggal, stok minyak goreng telah habis dan datang hanya sepekan sekali.
Itu pun harganya mencapai Rp 40.000 per dua liter. Memang ada minyak dengan harga Rp 14.000, tapi hanya beberapa kali saja.
"Ada, tapi itu sepertinya baru dua sampai tiga kali aja, itu pun di Alfamart atau Indomaret. Kalau di pasar- pasar itu masih harga Rp 40.000 dua liter," ucapnya, belum lama ini.
Sesampainya di sebuah grosir di Medan, Sakila dan lima temannya hanya diperbolehkan membeli 4 liter minyak goreng.
Itu pun dengan syarat harus menjadi member di grosir tersebut.
Cerita pemburu minyak goreng lainnya datang dari Jumiati, warga Depok, Jawa Barat.
Dia kesulitan mendapatkan minyak goreng meski sudah mencari ke sana kemari, termasuk keluar masuk ke Alfamart, Indomaret, minimarket, serta swalayan lainnya.
Kalau pun minyak ada, pihak penjual membatasi pembelian hanya 1 liter kemasan.
Akhirnya, Jumiati mengakalinya dengan menitipkan kepada saudara dan tetangga.
"Ada saudara suami Mbak, dia lagi ke Indomaret dekat Pelni (di Depok), ya aku nitip sekalian minta belikan minyak goreng. Pas itu dia lagi enggak beli minyak goreng sih," katanya sembari bercanda.
Cerita lainnya datang dari Lumajang, Jawa Timur. Di daerah ini, ratusan warga mengantri untuk mendapatkan minyak goreng murah saat operasi pasar yang dilakukan pemerintah pada Jumat (11/2/2022).
Pada operasi pasar yang berlangsung di Gedung Bapenda Lumajang itu, minyak goreng kemasan dijual seharga Rp 25.000 per 2 liter.
Mariati (53), warga Jogoyudan mengaku sudah antri berjam-jam untuk mendapatkan minyak goreng murah. Sebab, harga di pasar jauh lebih mahal, yakni Rp 23.000 per liter.
"Mulai dari jam 11.00 tadi antri. Di pasar harganya selisih jauh," kata Mariati, di sela-sela mengantri mendapatkan minyak goreng.
Melimpah di marketplace dan medsos
Meski ketersediaan minyak goreng harga subsidi di pasaran langka, hal ini tidak berlaku di media sosial.
Di sejumlah grup media sosial, banyak warganet menawarkan minyak goreng dengan harga yang lebih tinggi dan stok melimpah.
Kebanyakan warganet ini tidak menjual secara eceran, tetapi per karton (dus).
Salah satu penjual yang dihubungi via Facebook Messenger, YDP mengaku menjual minyak goreng kemasan 2 liter per kardus seharga Rp 290.000.
Setiap kardus berisi enam bungkus. Sehingga harga per bungkusnya sekitar Rp 48.000. YDP mengaku memiliki stok yang cukup banyak, meski tidak menyebut jumlahnya.
"Dari sananya (agen) sudah mahal, jadi kalau saya jual harga subsidi enggak bakal balik modal," kata YDP.
YDP mengatakan, baru sekitar satu bulan berjualan minyak goreng atau sejak awal Januari 2022.
Warganet lainnya, DWY mengaku memiliki stok 100 kardus. Meski tidak menyebut harga, DWY mengatakan harga jual lebih tinggi dibanding harga subsidi pemerintah.
Menimbun
Langkanya minyak goreng membuat beberapa pihak menduga bahwa ada yang sedang "main-main".
Salah satunya Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang menduga kelangkaan minyak goreng yang terjadi selama ini disebabkan oleh permainan oknum-oknum tertentu.
"Kuat dugaan saya, di balik kelangkaan minyak goreng belakangan ini, pasti ada pemain di belakangnya," sebut Edy.
Dia kemudian memerintahkan Satgas Pangan Sumut untuk menyelidiki dan mengawasi langsung di lapangan.
Hasilnya, 1,1 juta liter minyak goreng kemasan milik sebuah produsen ditemukan menumpuk di sebuah gudang di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (18/2/2022).
Belakangan produsen minyak goreng tersebut memberikan klarifikasi dan membantah tuduhan melakukan penimbunan.
Manajemen perusahaan menyebutkan bahwa minyak tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng pabrik mi instan grup perusahaan itu yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Deli Serdang.
Menipu
Situasi sulit seperti saat ini ternyata juga dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan dengan cara-cara yang tidak baik.
Beberapa di antaranya tertangkap karena penipuan. Salah satunya kasus yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah.
Kakak beradik pengusaha kerupuk di Desa Cendono, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Musmiah (58) dan Siti Mutoharoh (45), ditipu oleh penjual minyak goreng dan rugi jutaan rupiah.
Bukannya minyak goreng yang didapat keduanya, 25 jeriken yang mereka pesan justru berisi air berwarna kuning seperti kuah kaldu atau soto.
Hanya satu jeriken yang berisi minyak goreng asli.
Dalam kasus ini, ada dua orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka dengan pasal penipuan.
Kasus lainnya datang dari Sukabumi, Jawa Barat. Pelakunya seorang ibu rumah tangga berinisial NA (23).
Warga Desa Tenjojaya, Kecamatan Cibadak, itu melakukan penipuan dengan modus menjual minyak goreng murah di Facebook.
Dalam kasus ini, seorang warga menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp 17,8 juta.
Kenapa minyak goreng langka?
Merespons kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
Aturan yang tertera dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022 menetapkan harga minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Namun, meski pemerintah telah mengeluarkan aturan tersebut, masyarakat tetap kesulitan mendapatkan minyak goreng di pasaran.
Anggota Ombudsman RI (ORI) Yeka Hendra mengatakan, menurut temuan ORI, ada tiga faktor yang menyebabkan minyak goreng langka dan mahal di pasaran.
Temuan tersebut didapat berdasarkan laporan situasi masyarakat di 34 provinsi di Indonesia.
Tiga faktor tersebut adalah penimbunan, oknum yang sengaja membuat minyak goreng langka di pasaran, dan panic buying yang dilakukan oleh masyarakat.
Ketidakjelasan informasi dan tidak ada jaminan mengenai ketersediaan stok minyak goreng di pasaran membuat masyarakat melakukan panic buying.
Sementara, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengaku sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ketersediaan minyak goreng, salah satunya di Surabaya dan Makassar.
"Sebenarnya stok minyak goreng tidak ada masalah, yang terjadi permasalahan ini adalah penyesuaian harga dua minggu kemarin," kata Lutfi dikutip dari Antara, Jumat (18/2/2022).
Mengenai masih sulitnya menemukan minyak goreng kemasan premium di lapangan, Lutfi mengatakan dua pekan ke depan distribusi minyak goreng akan kembali normal.
Sementara Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Toga Sitanggang menyebutkan, kelangkaan minyak goreng di pasaran dan minimnya ketersediaan diakibatkan adanya perubahan kebijakan yang cepat.
Perubahan kebijakan dari pemerintah membuat pelaku industri dari hulu ke hilir butuh waktu untuk merespons.
"Kami bisa melihat bahwa sebenarnya tidak ada kelangkaan bahan baku. Sebab. Dari total produksi konsumsi dalam CPO negeri baru mencapai 36 persen," kata Toga dilansir dari Antara, Jumat (11/2/2022).
Ia menegaskan, bahwa tuduhan pemilik komoditas CPO menjadikan pasokan minyak goreng minim karena lebih suka untuk ekspor tidak benar.
Sebab, menurut data yang ditunjukkan, ekspor CPO tahun 2021 bahkan menurun, dengan total ekspor mencapai 33 juta ton. Padahal, ekspor CPO pada 2020 mencapai 34 juta ton.
Sedangkan untuk kembali menormalkan arus komoditas, produsen harus berkoordinasi dengan distributor lalu lanjut ke tahap peritel lalu kembali lagi.
Sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama sekitar satu minggu.
Meski demikian, dia meminta agar masyarakat tenang, karena faktor terbesar dalam kelangkaan sebenarnya oknum penimbun serta masyarakat yang akhirnya panik. [CKZ]