Nias.WahanaNews.co | Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menganggap jika Pilkada langsung mahal dan jorok. Pernyataan ini menyusul disampaikannya menanggapi usul Presiden RI, Prabowo Subianto, baru-baru ini jika kepala daerah sebaiknya dipilih oleh DPRD.
Mahfud mengapresiasi usulan Prabowo soal wacana kepala daerah dipilih oleh DPR.
Baca Juga:
Prabowo Gulirkan Wacana Lama, Pilkada Lewat DPRD Kembali Jadi Sorotan
Ia melihat usulan tersebut sebagai sesuatu yang positif dalam konteks ada evaluasi untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
"Bagus, menurut saya itu bagus, dalam arti untuk mengevaluasi lagi apakah harus kembali ke DPR atau tidak, kita bicarakan. Tapi, harus dievaluasi karena yang sekarang ini selain mahal juga jorok yang sekarang terjadi ini," kata Mahfud di UII, Sleman, DIY, Jumat (13/12/2024).
Menurut Mahfud, pada era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhir September 2014 silam, pernah disahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.
Baca Juga:
Politisi Sumedang Tanggapi Wacana Prabowo Soal Pilkada Dipilih DPRD, Titus: Bisa Hemat Anggaran Hingga 60 Persen
Akan tetapi, hanya dalam hitungan hari atau pada awal Oktober tahun itu SBY memutuskan memilih penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk tetap mempertahankan pilkada secara langsung.
"Dicabut lagi hanya dua hari karena pertimbangan politik yang panas pada waktu itu," terangnya.
Selain itu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menilai wacana yang disampaikan Prabowo sebagai upaya memantik diskusi untuk mengevaluasi penyelenggaraan pilkada.
"Diskusi atau diskursus seputar idealitas Pilkada, usulan (dipilih) di DPRD dan seterusnya sebagaimana juga diskursus seputar refleksi atas partisipasi yang memang turun meskipun masih dalam 70 persen. Ini kan dinamika pasca Pilkada," terangnya.
Sebelumnya, Presiden RI, Prabowo Subianto, baru-baru ini mengusulkan jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri puncak perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kamis (12/12/2024) kemarin.
Prabowo menilai, jika Pilkada langsung memiliki ongkos yang mahal. Sehingga Pilkada melalui DPRD ini akan lebih efisien.
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," ujar Prabowo.
Selain Mahfud MD, pernyataan Prabowo tersebut langsung menuai berbagai respon dari sejumlah partai politik, pemerintah hingga KPU.
Adapun sejumlah partai politik yang turut merespon wacana tersebut diantaranya PKB, PKS dan PDI Perjuangan.
Ketua Harian DPP PKB Ais Syafiah Ashar mengklaim partainya sejak dahulu sudah mendorong agar kepala daerah dipilih DPRD.
Ais menilai tugas dan fungsi gubernur lebih kepada perpanjangan tangan pemerintah pusat ke kabupaten/kota, bukan sebagai kepala eksekutif yang memiliki otonomi penuh terhadap sebuah kabupaten/kota.
Karena itu, ia merasa anggaran untuk pilgub semestinya bisa dialokasikan ke kebutuhan lain yang lebih menyasar kebutuhan rakyat.
"Dari dulu PKB mendukung untuk pemilihan gubernur dapat ditunjuk oleh DPRD," ungkapnya.
Kendati demikian, Ais menilai wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD tetap membutuhkan kajian mendalam.
Tak hanya PKB, PKS pun turut menyetujui wacana tersebut. Pasalnya, dengan adanya pilkada langsung dapat membuat masyarakat terbelah.
"Secara pendapat pribadi saya setuju, Pilkada kabupaten/kota dilakukan via DPRD," kata Ketua Dewan Penasihat PKS Tifatul Sembiring.
Sementara itu, respon berbeda datang dari PDIP yang meminta pemerintah tidak terlalu terburu-buru dan melakukan diskusi mendalam untuk mengkaji wacana tersebut.
"Maka kalau sekarang muncul pikiran lain sebaiknya undang pemangku kepentingan. Ojo kesusu (jangan terburu-buru)," kata Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo.
Ganjar pun menyinggung digelarnya pilkada langsung lantaran problem saat pemilihan di DPRD. Ia mengatakan ada argumen mencuat jika pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak merepresentasikan kehendak rakyat lantaran terjadi jual beli dukungan.
"Mau sistem apapun yang akan dipakai kalau masing-masing dari pemangku kepentingan tidak mau ikut aturan atau penegak aturannya lemah maka hasilnya akan buruk," tuturnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]