“AI jangan dilihat hanya sebagai teknologi rumit. Yang utama adalah bagaimana kita menggunakannya untuk melatih logika dan kreativitas anak. Itu yang harus diperkenalkan sejak dini,” katanya.
Di sekolah tempat ia mengajar, Feberman kerap memanfaatkan kegiatan sederhana untuk menanamkan konsep koding.
Baca Juga:
8 Fokus Program RKP Prabowo 2025: Naikkan Gaji ASN Guru, TNI-Polri, Pejabat Negara
Ia pernah meminta siswa menyusun langkah-langkah menyiapkan sarapan atau permainan tradisional seperti engklek sebagai simulasi algoritma. Anak-anak belajar bahwa setiap langkah harus urut dan logis agar tujuan tercapai, persis seperti logika pemrograman komputer.
“Kalau pola pikir logis sudah terbentuk, teknologi secanggih apa pun nanti akan lebih mudah dipelajari. Anak-anak di pulau Nias punya potensi yang sama, tinggal bagaimana kita mengarahkan mereka dengan cara yang kreatif,” ungkapnya penuh keyakinan.
Gagasan ini sejalan dengan semangat kesetaraan yang selalu ia dorong. Feberman percaya, anak-anak di daerah 3T seperti Pulau Nias berhak memiliki kesempatan yang sama untuk mengenal koding dan kecerdasan artifisial, meski tidak memiliki perangkat sebaik pelajar di kota.
Baca Juga:
Film Jepang “Blonde” Angkat Konflik Guru di Tengah Tekanan Sosial dan Budaya
“Kesetaraan dalam pendidikan digital penting. Anak-anak di kota dan di pulau harus sama-sama bisa belajar koding dan AI. Bedanya hanya di fasilitas, tapi pola pikir bisa dibentuk di mana saja,” kata Feberman.
Optimisme yang ia bawa tidak datang begitu saja. Feberman telah menunjukkan kiprahnya di berbagai ajang. Ia pernah meraih nominasi Guru Kreatif Acer Smart School 2024, penulis buku pendamping siswa Koding dan KA, serta masuk dalam sepuluh besar Guru Inovatif Kategori SD Jambore GTK DKI Jakarta.
Ia juga dikenal sebagai Sahabat Teknologi DKI Jakarta 2024, Scratcher Edukator, hingga peraih juara pertama Lomba Video Kreatif Pengajar Merdeka Gemilang.