WahanaNews Nias | Suplier bedak, Johnson & Johnson (JNJ.N) mengajukan status kebangkrutan. Hal ini buntut dari puluhan ribu tuntutan atas produk bedaknya yang dikecam dan diduga menyebabkan kanker.
Dikutip dari Reuters, Jumat (15/10/2021) Dalam pengajuan kebangkrutan itu, J&J rencananya akan melakukan perombakan perusahaan. Pilihannya ada dua, pertama dengan merger dan kedua dengan mengalihkan bisnis ke , LTL Management LLC. Jadi, kasus bedak ini juga akan ditanggung oleh LTL.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Kami mengambil tindakan ini untuk memberikan kepastian kepada semua pihak yang terlibat dalam kasus bedak kosmetik," kata Penasihat Umum J&J Michael Ullmann dalam sebuah pernyataan.
"Sementara kami terus berdiri teguh di belakang keamanan produk bedak kosmetik kami, kami percaya menyelesaikan masalah ini secepat dan seefisien mungkin adalah demi kepentingan terbaik (perusahaan) dan semua pemangku kepentingan," tambah Ullmann.
J&J mengatakan akan mendanai biaya hukum LTL untuk kasus bedak, dengan uang muka sebesar US$ 2 miliar. LTL juga telah menerima aliran pendapatan royalti dengan nilai lebih dari US$ 350 juta untuk berkontribusi pada biaya hukum.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Dalam menangani kasus produk bedak, J&J disebut sudah mengeluarkan banyak biaya. Penyelesaian dan vonis telah menelan biaya J&J sekitar US$ 3,5 miliar lebih.
Tetapi pengajuan kebangkrutan itu dinilai hanya gimmick oleh penggugat perusahaan.
"Gimmick kebangkrutan J&J sama tercelanya dengan kurang ajar dan penyalahgunaan sistem hukum yang tidak masuk akal," kata Linda Lipsen, kepala eksekutif American Association for Justice, kelompok pengacara pengadilan.