WahanaNews-Nias | Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan Transaksi Keuangan (PPATK) berhasil mengungkapkan temuan baru modus para pelaku pencucian uang (money laundering).
Dari temuan itu, ditemukan transaski mencurigakan senilai Rp 81 triliun.
Baca Juga:
Kejagung Ungguli KPK dalam Mengusut Kasus Korupsi dan TPPU
Awalnya, PPATK mengungkap hasil analisis mereka terhadap 275 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) terkait korupsi 2022.
Totalnya, triliunan rupiah.
"Tindak pidana korupsi sendiri yang sudah ditangani oleh KPK itu sudah dilakukan sebanyak 225 hasil analisis ya ini tindak pidana pencucian uang, dan 7 hasil pemeriksaan yang terkait dengan 275 laporan. Dengan total nominal transaksinya Rp 81.313.833.664.754," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (28/12) kemarin.
Baca Juga:
Usut Kasus Kerugian Negara dan Cuci Uang, ICW Sebut Kejagung Ungguli KPK
Kemudian Ivan mengungkapkan modus yang paling banyak digunakan untuk menampung dana hasil korupsi, yaitu dengan pembukaan polis asuransi, instrumen pasar modal, dan penukaran valuta asing.
Dalam kasus valuta asing, banyak koruptor yang menukar hasil korupsi dengan valuta asing.
"Bisa melalui pembukaan polis asuransi ya, lalu kemudian banyak nominal juga masuk kepada instrumen pasar modal dan juga terjadinya penukaran valuta asing. Baik korupsi diberikan dalam valuta asing atau hasil korupsinya ditukar dalam valuta asing," ucapnya.
Ivan menuturkan PPATK telah memetakan risiko terbesar terkait sumber dana pencucian uang.
Hasilnya, sepanjang 2022 tindak pidana korupsi dan narkotika jadi risiko terbesar sumber dana pencucian uang.
"Bahwa risiko terbesar sumber dana terkait pencucian uang itu masih diduduki oleh tindak pidana korupsi dan narkotika ya," ucap Ivan.
Modus Cuci Uang Semakin Canggih
KPK pun mengapresiasi temuan PPATK itu. KPK mengatakan temuan tersebut membuktikan bahwa korupsi sudah semakin canggih.
"KPK mengapresiasi temuan PPATK adanya modus baru para pelaku korupsi yang menyembunyikan hasil kejahatannya ke pasar modal dan valuta asing. Menguatkan hal tersebut, sebelumnya KPK juga pernah menangani TPPU M. Nazaruddin pada pembelian saham Garuda. Ini membuktikan modus korupsi juga bermetamorfosis ke arah yang semakin canggih seiring kemajuan teknologi dan informasi," ujar Kabag Pemberitaan KPK, ALi Fikri, kepada wartawan, Kamis (29/12/2022).
KPK mengatakan saat ini sedang melakukan berbagai upaya mencegah praktek pencucian uang yang semakin canggih. Dengan cara meningkatkan kompetisi penyelidik, penyidik, serta penuntut KPK.
"Tahun ini, KPK pun telah menggelar pelatihan penelusuran, penggeledahan dan penyitaan mata uang kripto bersama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Bahkan pelatihan tersebut tidak hanya diikuti oleh pegawai KPK saja, namun juga melibatkan PPATK, Penyidik Dit Tipikor Bareskrim Polri, Jaksa Penyidik Tipikor Kejaksaan Agung RI, dan Jaksa pada PPA Kejaksaan Agung RI," jelas Ali.
Ali memastikan ini sebagai komitmen bersama aparat penegak hukum di Indonesia merespons perkembangan modus korupsi yang semakin canggih.
KPK mengatakan fenomena seperti ini harus diantisipasi.
"Kita memahami industri aset virtual tidak hanya mencakup cryptocurrency seperti bitcoin dan ethereum tetapi aset digital lainnya seperti token nonfungible (NFT). Industri ini mengalami akselerasi pertumbuhan yang luar biasa besar. Oleh karenanya, fenomena ini pun harus diantispasi dan dimitigasi adanya peluang kejahatan yang memungkinkan kripto dan pencucian uang berbasis aset virtual di tahun-tahun mendatang," katanya.
Menurut KPK, pemerintah saat ini harus segera bersiap untuk memiliki instrumen dan sumber daya yang mumpuni guna memulihkan aset digital terlarang, khususnya dari tindak pidana korupsi ini.
Ali menyebut KPK saat ini memiliki laboratorium menyimpan barang bukti digital untuk mendukung hal itu.
"KPK pun salah satunya kini telah memiliki Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE) yang tersertifikasi dalam mendukung pengungkapan perkara korupsi. KPK juga tentunya akan terus berkoordinasi dengan PPATK untuk memulihkan keuangan negara melalui asset recovery," [rna/CKZ]