Oleh: Erwin Septriaman Zega, S.H.
Definisi dan Dasar Hukum Penanggungan Utang
Baca Juga:
Diskusi Publik Bahas Penegakan Hukum dan Perlindungan Konsumen UMKM di Kalsel
Penanggungan utang atau borgtocht merupakan salah satu bentuk jaminan dalam hukum perdata yang diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Berdasarkan Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan adalah suatu perjanjian di mana pihak ketiga, untuk kepentingan kreditur, mengikatkan diri guna memenuhi kewajiban debitur apabila debitur lalai memenuhi prestasinya.
Jaminan ini berbeda dengan jaminan kebendaan seperti hak tanggungan, fidusia, atau gadai. Dalam borgtocht, penjamin tidak memberikan benda tertentu sebagai agunan, melainkan hanya memberikan jaminan secara pribadi untuk turut bertanggung jawab apabila debitur wanprestasi.
Subjek Hukum Penanggung Utang
Baca Juga:
Polri: Pelaku ODOL Bisa Dipidana, Tak Hanya Sopir
Secara normatif, subjek hukum penanggung utang terbatas pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1820 KUH Perdata. Namun, praktik hukum telah berkembang dengan memperkenankan badan hukum bertindak sebagai penanggung utang yang dikenal sebagai corporate guarantee. Hal ini didasarkan pada karakteristik badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri, serta hak dan kewajiban terpisah dari pengurusnya.
Dengan demikian, perusahaan induk dapat menjadi penanggung utang atas kewajiban anak perusahaannya, selama terdapat kesepakatan tertulis yang sah dan mengikat.
Prinsip Subsidiaritas Penanggung
Pada prinsipnya, tanggung jawab utama untuk melunasi utang berada pada debitur. Penanggung baru dapat dimintai pertanggungjawaban setelah seluruh harta kekayaan debitur telah dijual dan tidak mencukupi untuk melunasi utang. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 1831 KUH Perdata yang menekankan prinsip subsidiaritas.
Namun, Pasal 1832 KUH Perdata menentukan lima pengecualian terhadap prinsip tersebut. Penanggung dapat dimintai pertanggungjawaban secara langsung apabila:
1. Melepaskan hak istimewanya
2. Mengikatkan diri secara tanggung renteng
3. Debitur memiliki tangkisan pribadi
4. Debitur dalam keadaan pailit
5. Penanggungan diperintahkan oleh hakim
Dalam keadaan tersebut, penanggung tidak dapat menuntut agar harta debitur didahulukan dalam pelunasan utang.
Implementasi dalam Praktik Bisnis
Dalam praktik perbankan dan pembiayaan, corporate guarantee lazim digunakan. Perusahaan induk kerap menjadi penjamin atas fasilitas kredit yang diterima anak perusahaan. Klausul pelepasan hak istimewa oleh penanggung umumnya dimuat secara eksplisit dalam perjanjian.
Sebagai contoh, Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 3023 K/Pdt/2015 menyatakan bahwa penanggung yang telah melepaskan hak istimewanya dapat dimintai pertanggungjawaban langsung oleh kreditur. Oleh karena itu, penting bagi para pihak untuk memahami konsekuensi hukum dari setiap klausul perjanjian jaminan.
Penutup
Penanggungan utang sebagai bentuk jaminan pribadi memuat aspek tanggung jawab hukum yang serius, baik oleh individu maupun korporasi. Pemahaman terhadap prinsip subsidiaritas, pengecualian hukum, dan perkembangan praktik menjadi penting guna menjaga kepastian hukum dan keadilan dalam hubungan keperdataan antara kreditur, debitur, dan penanggung. [CKZ]