Ia menilai praktik sistem proporsional terbuka mendorong setiap bakal caleg melakukan kanibalisme politik. PDIP, tegas Djarot, sangat menghindari terjadinya praktik-praktik bahwa calon dari satu Partai merebut pemilih di segmen yang sama.
Djarot menganggap suatu daerah pemilihan memiliki ceruk yang sangat luas yang bisa dimasuki oleh bakal calon sesuai dengan kriteria dan dengan latar belakang masing-masing.
Baca Juga:
Ahok Beberkan Alasan Megawati Coret Anies dari Daftar Calon PDI-P di Pilkada Jakarta
“Prinsip yang digunakan oleh kami tetap bersumber kepada ideologi Pancasila adalah dengan prinsip gotong royong. Artinya apa? Artinya sebetulnya vote gatters, peraup suara itu bukan hanya caleg, semua struktur partai bergerak. Mulai dari tingkat anak ranting, ranting, PAC, sampai tingkat ke atas itulah yang akan meraup suara,” tegas Djarot.
Sebelumnya, majelis hakim Mahkamah Konstitusi telah menyatakan menolak permohonan para pemohon terkait dengan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Dengan demikian, sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024.
Baca Juga:
Mustikaningrat Tampil Memukau, Visi Ekonomi Sumedang Sugih Jadi Sorotan Debat Pilkada
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.
Adapun PDIP merupakan satu-satunya fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup. [sdy/CKZ]