WahanaNews-Nias | Migrasi bahan kimia Bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat dinilai mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat.
"Pada uji sampel post-market yang dilakukan pada 2021-2022 dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan," ujar Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang, Minggu (30/1).
Baca Juga:
Polda Sulsel Tetapkan Tiga Tersangka Peredaran Kosmetik Berbahaya di Makassar
Dikutip wahananews.co, Rita endang merinci 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran, dan 24 persen sampel, memiliki rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan oleh Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.
"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi," kata Rita.
Selain itu juga terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
BPOM, lanjut Rita, melakukan kajian paparan BPA dengan hasil bahwa kelompok rentan pada bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok usia dewasa 30-64 tahun.
"Kesehatan bayi dan anak merupakan modal paling dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing yang merupakan salah satu tujuan RPJMN 2020-2024," terang dia.
Lebih lanjut Rita menuturkan, BPOM juga melakukan kajian kerugian ekonomi dari masalah kesehatan yang timbul akibat BPA pada air kemasan.
Pada sistem reproduksi pria atau wanita, BPA merupakan endocrine disruptor, yakni zat kimia yang dapat mengganggu fungsi hormon normal, seperti infertilitas atau gangguan kesuburan.
Berdasarkan hasil studi Cohort di Korea Selatan pada 2021, ada korelasi peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit hingga 4,25 kali.
"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen air minum dalam kemasan yang terpapar BPA berkisar Rp16 triliun sampai dengan Rp30,6 triliun dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF)," imbuh Rita. [CKZ]