Sehingga mekanisme penyelesaian perkaranya harus melalui Dewan Pers.
Lebih lanjut, dalam peraturan Dewan Pers Nomor 5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan, Nuh menjelaskan bahwa dalam perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers harus diwakili oleh Penanggung Jawabnya.
Baca Juga:
Sekretariat Kabinet Gelar Pelatihan Penerjemahan Teks Jurnalistik
Kendati demikian, dalam kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik, Penanggung Jawab hanya dapat ditanya mengenai berita yang telah dipublikasikan.
"Untuk itu perkara yang menyangkut jurnalistik yang dilakukan oleh seorang wartawan tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan hukum," tuturnya.
Penyelesaian perkara yang menimpa Asrul, kata Nuh, juga dipastikan bakal menurunkan indeks demokrasi dan kemerdekaan pers di Indonesia.
Baca Juga:
LBH Desak DPR Cabut Pasal-pasal RUU Penyiaran yang Tak Sejalan dengan UU Pers
"Dewan Pers berpandangan, wartawan atau perusahaan pers bukanlah pihak yang kebal hukum. Namun apabila yang dipermasalahkan dari wartawan atau perusahaan pers adalah kinerja jurnalistiknya, semestinya proses penyelesaiannya berdasarkan UU Pers Nomor 40/1999," pungkasnya.
Di samping itu, ia pun meminta agar seluruh perusahaan pers dapat menaati seluruh peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers.
Khususnya menyangkut kewajiban perusahaan pers untuk memiliki badan hukum Indonesia, memiliki penanggung jawab bersertifikat wartawan utama, memiliki wartawan bersertifikat, terdaftar di Dewan Pers, dan menaati Kode Etik Jurnalistik.