"Ungkapan 'tinggal menunggu waktu' digunakan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya telah mengalami gempa besar, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga kini belum," jelasnya.
"Kita semua menyadari bahwa hingga saat ini tidak ada ilmu pengetahuan atau teknologi yang dapat memprediksi gempa dengan tepat dan akurat (kapan, di mana, dan dengan kekuatan berapa), sehingga kita juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, meskipun kita mengetahui potensinya," tambahnya.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Barat Sosialisasi Mitigasi Gempa, Antisipasi Megathrust
Sekali lagi, informasi tentang potensi gempa megathrust yang beredar saat ini bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga tidak boleh disalahartikan sebagai tanda bahwa gempa akan terjadi dalam waktu dekat.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa, termasuk melaut, berdagang, dan berwisata di pantai.
BMKG selalu siap memberikan informasi terkait gempa bumi dan peringatan dini tsunami secara cepat dan akurat.
Baca Juga:
Pemko Gunungsitoli Keluarkan Surat Edaran Waspada Ancaman Gempa Megathrust
Belajar dari Gempa M 7,1 Negara Lain
Dia menambahkan bahwa pembahasan kembali tentang potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tidak berkaitan langsung dengan gempa berkekuatan Magnitudo (M) 7,1 yang terjadi di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang.
Namun, Daryono menjelaskan bahwa gempa yang memicu tsunami kecil pada Kamis (8/8/2024) tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan ilmuwan, pejabat, dan masyarakat Jepang mengenai potensi gempa besar di Megathrust Nankai.