Selain itu, merebut jabatan sipil dan memarginalkan ASN dan perempuan dalam akses posisi-posisi strategis.
Koalisi juga mengkritik pelibatan militer dalam operasi selain perang hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan politik negara, bukan melalui MoU sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 3 UU TNI.
Baca Juga:
Gebrakan Panglima TNI: 13 Kolonel Pecah Bintang, 86 Pati Dimutasi
"Kami memandang bahwa perluasan tugas militer untuk menangani narkotika adalah keliru dan bisa berbahaya bagi negara hukum. Penanganan masalah narkotika utamanya berada dalam koridor kesehatan, penegakkan hukum yang proporsional, bukan perang," kata Koalisi.
Pelibatan TNI dalam mengatasi narkotika, menurut Koalisi, akan melanggengkan penggunaan "war model".
"Tentu hal ini akan menimbulkan terjadinya kekerasan yang berlebihan yang serius. Apa yang terjadi di Filipina pada masa Rodrigo Duterte dalam 'war model' untuk penanganan narkoba adalah contoh yang tidak baik karena telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM," ucap Koalisi.
Baca Juga:
Petisi Tolak Dwifungsi TNI Lewat RUU Muncul, 6.000 Warga Tandatangan
Lebih berbahaya lagi, RUU TNI juga hendak merevisi klausul pelibatan militer dalam operasi militer selain perang tanpa perlu persetujuan DPR. TNI ingin operasi militer selain perang cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Padahal, operasi semacam itu termasuk kebijakan politik negara, yakni Presiden dengan pertimbangan DPR sebagaimana diatur oleh Pasal 7 ayat 3 UU TNI 34/2004).
"RUU TNI mau meniadakan peran Parlemen sebagai wakil rakyat. Ini akan menimbulkan konflik kewenangan atau tumpang tindih dengan lembaga lain dalam mengatasi masalah di dalam negeri," tutur Koalisi.