Lalu, Herawati menjadi penyiar radio di Hoso Kyoku. Herawati kemudian menikah dengan rekan jurnalisnya, BM Diah pada 18 Agustus 1942.
Saat itu, BM Diah bekerja di koran Asia Raja. Pada 1 Oktober 1945, suami Herawati, BM Diah mendirikan Harian Merdeka dan Herawati ikut membantu perkembangan media tersebut.
Baca Juga:
Momen CFD, Pj Wali Kota Bekasi Kampanyekan Stop Kekerasan Perempuan dan Anak
Herawati dan suaminya mendirikan The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia pada 1955. Koran tersebut diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat tahun 1955. Kemudian, BM Diah menjadi Menteri Penerangan pada 1968.
The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.
Selain aktif di dunia jurnalistik, Herawati juga terlibat aktif dalam menyuarakan hak-hak perempuan. Bahkan Herawati tercatat sebagai salah satu komisioner pertama Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Baca Juga:
Jadi Google Doodle, Inilah Wanita Pahlawan Asal Sumbar Rasuna Said
Herawati juga terlibat dalam pendirian beberapa organisasi perempuan, termasuk Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan, organisasi yang memobilisasi perempuan Indonesia untuk memilih.
Tak hanya peduli perempuan, Herawati juga peduli dengan budaya dan merupakan tokoh yang memimpin deklarasi kompleks Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia UNESCO. Herawati merupakan pencetus pencari dana untuk renovasi Candi Borobudur pada 1968 dan pemugaran Keraton Surakarta pada 1985.
Di usianya yang sudah senja, Herawati masih aktif menekuni hobinya bermain bridge dua kali seminggu.