"Kejadian demi kejadian dalam tubuh Polri ini kan seperti drama sinetron yang tidak berkesudahan, meluluhlantakkan kerja keras kami selama 20 tahun, pastinya harus dihentikan," katanya saat dihubungi.
Sedangkan, terkait Tragedi Kanjuruhan yang terjadi, diketahui aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Tindakan ini dinyatakan oleh Komnas HAM sebagai faktor utama jatuhnya banyak korban tewas di Kanjuruhan.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
"Pemicu dari jatuhnya banyak korban adalah gas air mata, termasuk yang ke tribun," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers, Rabu (12/10).
Anam menyebut hal tersebut terkonfirmasi melalui berbagai temuan Komnas HAM terkait insiden tersebut. Termasuk bukti video krusial milik korban yang meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari ikut mengkritik pernyataan Polri soal penggunaan gas air mata dalam insiden Kanjuruhan. Menurut Tobas, sapaan akrabnya, Polri seharusnya mengakui bahwa gas air mata adalah penyebab tunggal jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa itu.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
Dia mengaku heran dengan sikap cuci tangan Polri soal penggunaan gas air mata. Padahal menurut dia tak sulit untuk mencari unsur pidana dalam kasus tersebut. Terutama, kata dia, karena penggunaan gas air mata jelas merupakan kesalahan prosedur yang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Menurut Tobas, terlepas ada atau tidak aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata di stadion, personel Polri yang diberi tanggung jawab mengendalikan massa harus memiliki pengetahuan standar tentang efek gas air mata. [rsy/CKZ]