NIAS.WAHANANEWS.CO, Nias Barat -
Pemerintah Kabupaten Nias Barat dikabarkan saat ini tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rencana pelaksanaan pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2025, baik untuk formasi Tahap I maupun Tahap II.
Dari informasi yang diperoleh, berdasarkan hasil kajian teknis yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Nias Barat bahwa pelaksanaan pengadaan PPPK Tahap I saja sudah berpotensi menimbulkan defisit anggaran khususnya pada komponen belanja pegawai.
Baca Juga:
BKN: Penetapan SK CPNS dan PPPK Formasi 2024 Harus Tepat Waktu
Hal ini dipicu karena keterbatasan Dana Alokasi Umum (DAU) serta kapasitas fiskal daerah yang saat ini belum cukup memadai untuk menampung tambahan beban belanja, termasuk kebutuhan gaji dan tunjangan bagi PPPK yang akan diangkat.
Jika formasi PPPK Tahap II tetap dilaksanakan tanpa adanya penyesuaian, maka beban fiskal dipastikan akan melampaui kemampuan keuangan daerah secara signifikan, dan berisiko menyebabkan ketidakstabilan fiskal daerah.
Proses ini merupakan bagian dari konsekuensi perencanaan kebutuhan ASN sebelumnya, yang belum sepenuhnya mempertimbangkan proyeksi fiskal jangka menengah dan panjang.
Baca Juga:
Pemkot Palembang Cairkan TPP untuk PPPK Angkatan 2023/2024 Awal Mei 2025
Dari penelusuran, Pemkab Nias Barat telah mengajukan permohonan resmi kepada Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CASN melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk meninjau kembali dan menyesuaikan pelaksanaan pengadaan PPPK Tahap II di Kabupaten Nias Barat.
Permohonan ini juga memperhatikan Surat DPRD Kabupaten Nias Barat sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor: 1601/625/DPRD-NB/2025 tanggal 22 April 2025, yang mendorong pemerintah daerah untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian fiskal dan mengutamakan stabilitas anggaran.
Langkah evaluasi ini dilakukan bukan merupakan bentuk pembatalan komitmen Pemerintah Daerah dalam memperkuat pelayanan publik melalui penambahan tenaga ASN, melainkan penyesuaian kebijakan agar tetap selaras dengan kapasitas riil keuangan daerah, sekaligus menghindari potensi risiko gagal bayar yang dapat berdampak negatif pada pembangunan daerah.