WahanaNews-Nias | Guru merupakan profesi yang paling banyak terjerat pinjaman online ilegal. Hal itu berdasarkan riset yang dilakukan lembaga riset No Limit Indonesia.
Penyebabnya beragam, mulai dari remunerasi yang minim, literasi keuangan yang rendah, dan himpitan kebutuhan.
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
Hasil riset lembaga No Limit Indonesia menyebutkan pada 2021 profesi guru menjadi kalangan yang paling banyak terjerat praktik pinjaman daring ilegal. Sebanyak 42 persen responden korban jeratan pinjol ilegal berprofesi sebagai guru.
Kemudian kalangan lainnya adalah korban pemutusan hubungan kerja (21 persen), ibu rumah tangga (18 persen), karyawan (9 persen), pedagang (4 persen), pelajar (3 persen), tukang pangkas rambut (2 persen), dan ojek daring (1 persen).
Riset tersebut dilakukan dengan mengambil data dari percakapan media sosial berdasarkan kata kunci ‘pinjol’, ‘pinjaman online’, ‘pinjaman ilegal’, ‘#pinjol, #pinjamanonline, dan #pinjamanilegal selama 11 September 2021-15 November 2021. Lembaga ini mencatat terdapat 135.681 percakapan dari 51.160 akun media sosial.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
Alasan paling banyak yang membuat masyarakat terjerat pinjol ilegal adalah karena ingin membayar utang lain sebanyak 1.433 percakapan. Selain itu, alasan lainnya adalah karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah (542 percakapan), dana cair lebih cepat (499 persen), menenuhi kebutuhan gaya hidup (365 percakapan), kebutuhan mendesak (297 percakapan), dan lain-lain.
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari mengatakan, alasan profesi guru paling banyak terjerat pinjol ilegal lantaran mereka dalam posisi di tengah-tengah.
Mereka cenderung sudah bisa mengakses layanan keuangan digital, namun mereka belum bisa membedakan entitas yang legal dengan yang tidak.
“Jadi mereka memiliki kebutuhan pendanaan, tetapi terjerat yang ilegal,” kata Friderica seperti dilansir WahanaNews.co dari Kompas.id, Senin (10/10).
Ia menjelaskan, untuk membantu masyarakat mendapat akses kredit yang mudah dan murah, OJK sudah memiliki program Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (KPMR) yang diselenggarakan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD).
Melalui program ini, OJK meluncurkan skema pembiayaan yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal, baik Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sampai dengan triwulan II-2022, program ini telah diimplementasikan di 76 TPKAD dengan 337.940 debitur dengan nominal penyaluran sebesar Rp 4,4 triliun.
“Program ini dilatarbelakangi oleh maraknya praktik penawaran kredit atau pembiayaan yang dilakukan oleh entitas ilegal seperti rentenir dan pinjol ilegal. Hadirnya KPMR bertujuan untuk mengurangi ketergantungan atau pengaruh dari entitas ilegal,” ujarnya.
Ia menyebut, sepanjang dua tahun terakhir, OJK sudah menerima 49.108 pengaduan perihal pinjaman online (pinjol). Untuk memudahkan pengaduan masyarakat, OJK membuka Warung Waspada Pinjol yang berlokasi di The Gade Coffee and Gold Kebun Sirih, Jakarta Pusat. Warung tersebut akan melayani masyarakat yang merasa dirugikan oleh pinjol ilegal.
Warung Waspada Pinjol buka setiap Jumat pada minggu II dan IV pukul 09.00-11.00 WIB.
"Harapan kami semua ini akan masuk proses hukum apabila dibuktikan dengan adanya teror, intimidasi, atau perilaku tidak menyenangkan yang diterima masyarakat,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing saat membuka Warung Waspada Pinjol, seperti dikutip dari Antara, Jumat (16/9/2022).
Tongam berharap sarana pengaduan pinjol dalam bentuk Warung Waspada Pinjol dapat diikuti oleh seluruh Satgas Daerah.
Lantaran terdapat 45 Tim Kerja SWI Daerah yang merupakan wadah koordinasi 12 Kementerian dan Lembaga (K/L).
Selain menerima aduan masyarakat, pihaknya bersama dengan Kominfo melakukan siber patrol harian untuk membasmi entitas yang diduga melalukan pinjol ilegal. Selain juga melakukan edukasi lewat transportasi umum seperti memasang iklan layanan masyarakat di KRL.
“Yang paling utama adalah bagaimana agar masyarakat tidak meminjam dari pinjol ilegal, jangan mengakses pinjol ilegal,” ujarnya.
SWI mencatat jumlah pinjol ilegal semakin menurun sejak 2019 yang berjumlah 1.493 pinjol ilegal, lalu pada 2020 sebanyak 1.026 pinjol ilegal yang dihentikan, serta pada 2021 sebanyak 811 pinjol ilegal. [qnt/CKZ]