Nias.WahanaNews.co, Medan - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa suhu udara di Sumatera Utara telah meningkat sekitar 0,9 derajat Celcius dalam 70 tahun terakhir.
Kepala BMKG RI, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kenaikan suhu ini menyebabkan perubahan pola curah hujan dan distribusi air yang terutama berdampak pada sektor utama di Sumut, yakni pertanian dan perkebunan.
Baca Juga:
Suhu Panas Diperkirakan Pecah Rekor Lagi Tahun Ini
"Dampaknya sangat luas, meliputi sektor-sektor seperti pertanian, kesehatan, dan infrastruktur. Perubahan dalam distribusi curah hujan dapat mengganggu ketersediaan air bagi tanaman pertanian maupun perkebunan," ujar Dwikorita di Medan, Senin (26/8/2024).
Dia juga menambahkan bahwa analisis dan observasi BMKG selama ini menunjukkan adanya anomali suhu global yang sebagian besar disebabkan oleh emisi gas rumah kaca.
Dwikorita menyebutkan bahwa peningkatan suhu rata-rata global saat ini mencapai 1,45 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra-industri.
Baca Juga:
Ilmuwan: Februari 2024 Tercatat Sebagai Bulan Terpanas
Sebagai provinsi yang bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan untuk perekonomiannya, Dwikorita menekankan bahwa perubahan iklim akan berdampak pada sektor andalan Sumut dan kesejahteraan masyarakatnya.
Dia juga menyatakan bahwa kenaikan suhu sebesar 0,9 derajat Celcius di Sumut ini belum mencapai puncaknya dan akan terus meningkat jika industri-industri yang ada tidak segera memperhatikan masalah perubahan iklim.
Tanpa langkah mitigasi, katanya, krisis pangan bisa mengancam karena kenaikan suhu akan menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah.
"Mitigasi perlu dilakukan secara kolektif untuk mengendalikan suhu. Perkebunan membutuhkan informasi cuaca dan iklim untuk menyusun perencanaan yang dapat beradaptasi dengan perubahan iklim, atau menerapkan rekayasa dan langkah-langkah mitigasi lainnya," tambahnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara, Agus Fatoni, menyatakan bahwa pihaknya terus mendukung upaya pengendalian perubahan iklim, terutama untuk mengurangi dampaknya terhadap sektor perkebunan yang menjadi andalan di Sumut.
Data Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut tahun 2022 mencatat luas perkebunan sawit di Sumut mencapai 1,4 juta hektar, dengan sekitar 490 ribu hektar merupakan perkebunan sawit rakyat.
Fatoni mengatakan bahwa dampak perubahan iklim sejauh ini belum dianggap signifikan terhadap kerusakan tanaman dan produktivitas perkebunan sawit di Sumut.
Meski begitu, dia menyebut pembangunan ketahanan iklim telah menjadi prioritas di Sumut. Kebijakan Pemprov untuk mengurangi efek gas rumah kaca termasuk pengelolaan sumber daya air, pengendalian, dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
"Laporan dari BMKG menjadi acuan bagi kami dalam mengambil kebijakan di berbagai sektor, terutama sektor perkebunan yang menjadi unggulan di Sumut," ujarnya.
Sebagai informasi, BMKG mengadakan puncak Ekspose Nasional Perubahan Iklim di Medan pada Senin (26/8/2024) dengan tema "Menuju Satu Abad Pengamatan Iklim di Sumut Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Iklim di Sektor Perkebunan."
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi antara BMKG dan Pemprov Sumut, khususnya dalam hal pengembangan layanan informasi iklim untuk sektor perkebunan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]