Dia menjelaskan, ciri ciri para oknum penceramah terindikasi intoleran dan radikal antara lain pertama, mengajarkan sikap anti Pancasila dan pro ideologi transnasional dalam konteks ini ideologi khilafah menurut versi mereka.
Kedua, mengajarkan paham takfiri dengan mengkafirkan terhadap mereka yang berbeda baik beda agama, paham, maupun beda kelompok, bahkan sesama agama pun dikafir-kafirkan.
Baca Juga:
2 Terduga Teroris Ditangkap Densus 88 di Bekasi
Kemudian, mereka mengajarkan sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan, intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman dan pluralitas yang menjadi sunatullah.
Selain itu, mengajarkan sikap kebencian ataupun anti pemerintahan yang sah. Anti yang dimaksud bukan berarti oposisi dan bukan berarti kritis.
Menurut dia, di era demokrasi, oposisi yang konstruktif untuk check and balancing boleh dilakukan. Sikap kritis pun wajib sebagai amalan amar makruf nahi mungkar.
Baca Juga:
Densus 88 Gagalkan Teror Besar di Singapura,Tersangka Utama Ditangkap di Gorontalo
"Anti di sini adalah sikap membenci dengan membangun distrust ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara, pemerintahan yang sah dengan narasi sebaran hoaks, hatespeech konten konten provokatif adu domba, fitnah dan sebagainya," jelasnya.
Wahid mengungkapkan, sejatinya radikalisme adalah gerakan politik dengan memanipulasi, mendistorsi agama untuk kepemimpinan politik kekuasaan. Yang pada ujungnya, mengganti ideologi negara Pancasila dengan khilafah dengan versi mereka dan mengganti dengan sistem agama.
"Dan biasanya mereka anti terhadap budaya maupun kearifan lokal maupun keagamaan," ucap Ahmad.