Eliadi Hulu menjelaskan bahwa salah satu contoh dari pelibatan kepolisian dalam melaksanakan eksekusi adalah adalah seperti yang dialami oleh kliennya.
Sebelum perkara ini, klien Eliadi juga pernah mengalami eksekusi paksa oleh salah satu lembaga pembiayaan terbesar di Indonesia dan melibatkan petugas kepolisian. Pada saat itu, eksekusi dilaksanakan jam 03.00 WIB dini hari.
Baca Juga:
Surat Pembaca: Pertanyakan Tanggung Jawab BNI, Angsuran KPR Sudah Lunas Namun Sertifikat Tidak Kunjung Diberikan
"Petugas kepolisian berdatangan ke kediaman klien kami seolah-olah klien kami teroris atau penjahat kelas kakap, hal tersebut menimbulkan traumatis dan ketakutan besar bagi klien kami. Hal ini jugalah yang melatarbelakangi klien kami mengajukan permohonan pengujian ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) ujar Eliadi Hulu.
Terkait dengan pelibatan kepolisian dalam mengeksekusi jaminan fidusia, kata Eliadi, sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia. Fokus dari Perkap tersebut adalah pengamanan.
"Namun yang menjadi pertanyaannya adalah apakah pengamanan masih diperlukan apabila kreditur langsung memohonkan eksekusi ke pengadilan negeri sesuai dengan perintah Putusan MK di atas?" tanya Eliadi Hulu.
Baca Juga:
"Debt Collector" di Tangerang Dibacok Debiturnya Leher dan Tangan Terluka
"Tentu pengamanan tidak lagi diperlukan. Pengamanan hanya diperlukan apabila kreditur memaksa mengeksekusi secara sepihak objek jaminan fidusia sehingga dikhawatirkan akan terjadi keributan atau hal-hal lain antara kreditur dan debitur dan hal tersebut bertentangan dengan putusan MK ini," jawab Eliadi Hulu.
Menurut Eliadi Hulu, dengan putusan MK di atas, jika tidak ada kesepakatan cedera janji dan debitur tidak secara suka rela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka kreditur langsung memohon eksekusi ke pengadilan negeri sehingga yang mengeksekusi bukan lagi kreditur secara sepihak dan dengan cara paksa, melainkan juru sita dari Pengadilan.
“Sehingga dengan kata lain sesungguhnya Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tidak lagi eksis akibat Putusan MK terbaru ini karena yang melakukan eksekusi adalah juru sita dari pengadilan negeri.”