Pada prinsipnya, tanggung jawab utama untuk melunasi utang berada pada debitur. Penanggung baru dapat dimintai pertanggungjawaban setelah seluruh harta kekayaan debitur telah dijual dan tidak mencukupi untuk melunasi utang. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 1831 KUH Perdata yang menekankan prinsip subsidiaritas.
Namun, Pasal 1832 KUH Perdata menentukan lima pengecualian terhadap prinsip tersebut. Penanggung dapat dimintai pertanggungjawaban secara langsung apabila:
Baca Juga:
Diskusi Publik Bahas Penegakan Hukum dan Perlindungan Konsumen UMKM di Kalsel
1. Melepaskan hak istimewanya
2. Mengikatkan diri secara tanggung renteng
3. Debitur memiliki tangkisan pribadi
4. Debitur dalam keadaan pailit
5. Penanggungan diperintahkan oleh hakim
Dalam keadaan tersebut, penanggung tidak dapat menuntut agar harta debitur didahulukan dalam pelunasan utang.
Implementasi dalam Praktik Bisnis
Baca Juga:
Polri: Pelaku ODOL Bisa Dipidana, Tak Hanya Sopir
Dalam praktik perbankan dan pembiayaan, corporate guarantee lazim digunakan. Perusahaan induk kerap menjadi penjamin atas fasilitas kredit yang diterima anak perusahaan. Klausul pelepasan hak istimewa oleh penanggung umumnya dimuat secara eksplisit dalam perjanjian.
Sebagai contoh, Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 3023 K/Pdt/2015 menyatakan bahwa penanggung yang telah melepaskan hak istimewanya dapat dimintai pertanggungjawaban langsung oleh kreditur. Oleh karena itu, penting bagi para pihak untuk memahami konsekuensi hukum dari setiap klausul perjanjian jaminan.
Penutup