Wahananews-Nias | Joki Skripsi atau julukan lainnya adalah Ghost Writer, saat ini tengah menjadi perbincangan hangat pasca Yayasan Perguruan Tinggi (Yaperti) Nias memecat salah seorang oknum dosen Universitas Nias (UNIAS) yang diduga kuat menjadi Joki Skripsi.
Adanya fenomena ini, sejumlah mahasiswa UNIAS berpendapat menjokikan skripsi adalah tindakan yang sangat merugikan diri sendiri.
Baca Juga:
2 Dosen FE UNIAS Diduga Terlibat Praktik 'Joki Skripsi' Dipecat, Ini Penjelasan Yaperti Nias
Bahkan dapat berpengaruh terhadap masa depan mahasiswa itu sendiri, karena dengan mengerjakan skripsi, mahasiswa dilatih untuk berpikir kritis, pantang menyerah, kerja keras, dan banyak makna lain dari mengerjakan skripsi sendiri. Dan hal tersebut berguna setelah lulus nanti dalam menghadapi dunia yang sebenarnya.
Salah seorang mahasiswi Semester 8, Jurusan Bahasa Inggris, FKIP UNIAS, Novrianti Ndruru berpendapat dengan menjokikan skripsi berarti mahasiswa itu tidak memiliki kualitas.
"Salah satu kerugiannya adalah kualitas kita sebagai calon seorang guru tidak ada, apa lagi kalau seperti kami yang jurusan bahasa Inggris," kata Novrianti Ndruru, saat diskusi singkat dengan Nias.WahanaNews.co, di Kampus FKIP UNIAS, Rabu (29/6/2022) siang.
Baca Juga:
Tanggapan Dekan FE UNIAS soal Praktik ‘Joki Skripsi’ yang Menyeret Sejumlah Oknum Dosen
Ia pun berbagi tips untuk menghindari atau tidak menggunakan jasa joki skripsi, salah satunya memilih judul sikripsi yang tidak mempersulit diri sendiri.
"Artinya, kita memilih judul sikripsi itu memudahkan kita, sudah kita siapkan sumber-sumbernya, berarti kita menguasai judul yang akan kita buat, kemudian mengenai objek penelitian, contohnya kalau kita mengajar di SMP, ya SMP saja jangan mengambil SMA," ujarnya.
"Dan paling penting perbanyak membaca," katanya.
Menyambung Novrianti Ndruru, salah seorang mahasiswi semester 8, jurusan manajemen, FE UNIAS, Devi Laia, mengatakan tidak sepakat adanya perjokian skripsi, karena dapat merugikan mahasiswa itu sendiri. Bahkan untuk menjokikan skripsi harus merogoh kocek agar lebih mudah terlepas dari beban pembuatan sikripsi dan lebih mudah mendapatkan gelar sarjana.
"Saya sendiri tidak setuju karena merugikan mahasiswa dan itu membuang-buang uang, bagi saya yang masih sebagai beban keluarga dan juga bagi kedua orang tua saya, karena uang itu dicari bukan dengan mudah," imbuhnya.
"Lalu harus membayar orang lain yang bahkan saya sendiri masih sanggup berpikir dan masih sanggup memberi ide-ide sendiri, tapi membayar ide orang lain yang belum tentu lebih bagus dari cara saya berpikir," ujarnya.
Menurutnya, membuat skripsi itu tinggal dari keinginan dan kemauan kita sendiri apa sebenarnya tujuan kita untuk kuliah.
"Kan bisa belajar sendiri atau belajar mandiri melalui google, belajar sendiri melalui perpustakaan. Banyak buku-buku di perpustakaan juga banyak buku-buku di google, dalam format PDF yang memberikan contoh-contoh tesis, atau contoh-contoh skripsi, apa pun jurusannya pasti ada, dan juga banyak jurnal-jurnal yang berkaitan dengan sumber-sumber dari rencana sikripsi yang ingin kita bawakan," jelasnya.
Ia mencontohkan, seperti di mata kuliahnya ada riset, cara menyusun penelitian, dan sikripsi, hal ini telah dipelajari pada semester V.
"Di situ kami diajari bagaimana menyusun sikripsi, bab I, bab II, bab III dan bab IV kalau itu analisis dan sampai bab V kalau itu kami ambil PPK," terangnya.
Dalam kesempatan itu, Devi Laia menyarankan agar dilakukan sosialisasi kepada adek-adek mahasiswa yang akan melaksanakan sikripsi.
"Seperti kami, karena kami dulu mendapatkan sosialisasi tentang bagaimana cara pembuatan sikripsi seperti ini, hanya melalui mata kuliah saja," ujarnya.
Menyinggung soal ada oknum dosen yang dipecat karena diduga melakukan praktik joki skripsi, mereka mengatakan mendukung sikap Rektor dan Yaperti untuk mengambil sikap dan memberikan sanksi terhadap siapapun yang melakukan praktik demikian.
Jadi, apa pun itu alasannya, menggunakan joki skripsi tidaklah dibenarkan sama sekali. Justru kerugian yang didapatkan jauh lebih banyak dari keuntungan. Semestinya mahasiswa harus berjuang menyelesaikan skripsinya sendiri tanpa menggunakan jalan pintas joki skripsi yang sudah pasti akan merugikan diri sendiri.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro, mengatakan, permasalahan joki karya ilmiah (skripsi) itu berkaitan dengan kemerosotan mental masyarakat.
"Jika dibiarkan, pendidikan tinggi tidak akan maju dan generasi berkualitas sulit muncul. Perlu revolusi mental di kalangan mahasiswa dan dosen agar kembali menghargai nilai-nilai kejujuran serta kerja keras, terutama di kalangan pendidikan tinggi," kata Guru Besar ITB, Prof. Dr. Ir. R. M. Soemantri Brodjonegoro, mengutip acdpindonesia, (29/05/2015). [CKZ]