Setelah kemerdekaan RI, baru pada tahun 1974 Nias kembali mulai ramai dikunjungi Kapal Pesiar KM. Prinsendam, yang membawa sekitar 300 wisatawan Eropa untuk mengunjungi Desa Bawumataluwo demi menyaksikan pertunjukan tari perang dan lompat batu. Sampai tahun 1979, kapal ini setiap bulannya rutin berkunjung. Sejak tahun 1982, kapal pesiar MS Skandinavia Pearl dan MS Mahsuri mengunjungi pulau ini rata-rata dua kali sebulan.
Masa keemasan wisata budaya Nias berlangsung sampai sebelum krisis moneter 1997 dan jatuhnya rezim Suharto tahun 1998. Kala itu, Nias bahkan telah “digadang-gandang” bakal menjadi “Bali kedua” dalam rencana pengembangan pariwisata nasional. Namun kondisi berubah, seiring dengan bergantinya pemimpin dan kebijakan, serta dengan terjadinya gempa Nias tahun 2005.
Baca Juga:
Walikota Jakarta Pusat Dorong Batik Pakaian Santai
Setelah cukup lama mati suri, beberapa tahun belakangan sesekali Nias mulai dikunjungi kapal pesiar, seperti Caledonian Sky, L'Austral, dan Noble Caledonia. Pemerintah pun berusaha kembali mengangkat pariwisata Nias melalui event-event seperti Ya’ahowu Nias Festival, Sail Nias, dan Kejuaraan Surfing. [SZ]