Seperti yang diketahui masyarakat khususnya orang-orang di Indonesia lebih menyukai berita-berita negatif yang sedikit ‘dibumbui’ daripada pemberitaan positif. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa pihak tertentu untuk tetap mendapatkan keuntungan dari traffic tersebut.
Tidak jarang para jurnalis atau wartawan diminta oleh atasan mereka untuk mengulik tentang beragam berita-berita yang memiliki kecenderungan muatan negatif.
Baca Juga:
Diserang Berita Hoaks Bertubi-tubi, UNIAS: Fitnah Lebih Kejam dari Membunuh
Tentunya hal ini bukan tanpa permasalahan lain, para jurnalis atau wartawan tersebut terkadang ada yang mau melakukannya secara sukarela, ada pula yang terpaksa melakukannya karena tidak ingin kehilangan pekerjaannya.
Hal ini tentunya menjadi dilema bagi para jurnalis yang sebenarnya tidak ingin menulis hal-hal negatif tersebut. Di sisi lain mereka juga tidak ingin kehilangan pekerjaannya karena menolak perintah atasan.
Bahkan, untuk lebih menarik minat masyarakat demi keuntungan semata mereka diminta oleh atasan mereka untuk menambahi bagian berita tersebut agar lebih menarik di mata masyarakat.
Baca Juga:
Tuding UNIAS Kampus Terburuk, Unimed: Itu Berita Hoax!
Tidak jarang pula beberapa judul yang diletakkan di bagian berita dirasa kurang sesuai atau bahkan sangat berbeda dengan isi berita tersebut. Hal ini semata-mata agar masyarakat melihat berita tersebut agar traffic pemasukan media itu tetap hidup.
Ada sebuah pepatah yang cukup lumrah di dunia jurnalistik yakni “bad news is a good news”. Kabar buruk atau berita negatif adalah berita yang bagus untuk diberitakan di masyarakat.
Pepatah ini sepertinya sangat mencerminkan kondisi pemberitaan media yang sangat didominasi oleh pemberitaan yang bermuatan negatif. [ast/CKZ]