NIAS.WAHANANEWS.co, Gunungsitoli - Empat orang siswa SMAN 1 Gunungsitoli yang telah ditetapkan tersangka kasus penganiayaan terhadap temannya sendiri ditahan pihak Kejaksaan Negeri Gunungsitoli.
Penganiayaan itu terjadi pada Kamis (28/3/2024) lalu, sekira pukul 11.45 Wib. Keempat siswa ini berinisial JL, FT, AL, dan MM merupakan anak di bawah umur.
Baca Juga:
Kejari Gunungsitoli Bersama Kodim Nias dan PLN Kompak Bagi-bagi Takjil Gratis ke Warga
Dalam proses hukum yang dijalani oleh keempat anak tersebut dinilai ada kejanggalan. Dimana dari awal penyelidikan dan penyidikan diterapkan pasal 80 ayat 2, junto pasal 76c, junto pasal 55 KUHP yaitu kekerasan dengan pemberatan dengan ancaman pidana penjara 5 tahun. Dan hingga proses pemanggilan mereka ke Jaksa pasal tersebut yang diterapkan.
"Tiba pada penahanan anak-anak ini muncul penambahan pasal dan sebanyak dua kali surat penahanan ini diberikan,” kata Kuasa Hukum, Herman Fiktor Lase, Selasa (20/5/2025) siang.
Fiktor Lase mengungkapkan bahwa pada surat penahanan pertama Jaksa ngotot untuk dilakukan penahanan terhadap anak-anak itu.
Baca Juga:
DPO Terpidana Kasus Pemilu di Nias Serahkan Diri Usai 6 Tahun Kabur ke Berastagi
Tetapi setelah ia bersama dengan PKPA menjelaskan bahwa tidak boleh dilakukan penahanan dengan alasan ancaman pidana di bawah tujuh tahun karena berdasarkan Undang-Undang yang ditahan itu adalah ancaman di atas tujuh tahun, pihak Jaksa pun menarik kembali surat penahanan yang pertama.
"Mereka tarik kembali, tiga jam setelah itu muncul surat penahanan kedua,” ketusnya.
Anehnya, setelah dicermati pada surat penahanan kedua dimaksud yang diterima oleh orang tua dari anak-anak tersebut, ternyata adanya penambahan pasal 170 ayat 2 ke 2 subsider pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP.
"Mengapa bisa terjadi dan muncul pasal baru dalam perkara ini, pasal 170 itu berlaku untuk orang dewasa sementara dalam perkara ini murni semua pelaku dan korban adalah anak dibawah umur," ujarnya.
Ia pun menyayangkan sikap yang diambil pihak Kejari Gunungsitoli.
"Ini merupakan pemaksaan kehendak agar anak-anak tersebut tetap ditahan," tandasnya.
Terpisah, ketika hal ini dikonfirmasi kepada Kajari Gunungsitoli melalui Kasi Intelijen, Yaatulo Hulu, di ruang kerjanya mengatakan terkait perkara dimaksud telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Gunungsitoli.
Yaatulo Hulu berdalih bahwa terbitnya dua surat penahanan itu terjadi karena ada kesalahan penulisan dan adanya penambahan pasal.
"Karena ditemukan fakta baru saat dilakukan diversi. Penambahan Pasal 170 ayat 2 ke 2 dan pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP merupakan pasal alternatif",
"Terhadap anak-anak itu tahanan Kejaksaan selama lima hari sejak tanggal 15 mei 2025, hari ini mereka telah dikeluarkan untuk kembali bersama keluarganya," kata Yaatulo Hulu.
Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pasal 21 dan pasal 32, anak dapat ditahan berumur 14 tahun.
"Pada SPPA pasal 32 anak hanya dapat dilakukan penahanan berumur 14 tahun atau lebih," jelas Yaatulo Hulu.
Ditanya mengenai tindakan yang dialami anak-anak tersebut saat dilakukan penahanan dikenakan baju rompi tahanan, Yaatulo Hulu, mengatakan jika hal itu merupakan kesalahpahaman dari oknum pegawai kejaksaan.
"Itu kesalahpahaman, tapi tidak lama setelah itu baju tahanan tersebut dibuka kembali," katanya.
Sebelumnya diberitakan, aksi pembullyan pelajar terjadi di SMUN 1 Gunungsitoli. Seorang siswa dipukuli oleh teman-temannya di ruang kelas.
Akibatnya, korban mengalami patah atau pergeseran tulang di bagian bahu dan lengan yang mengakibatkan tidak bisa beraktifitas seperti biasa. [CKZ]