WahanaNews-Nias | Sehari sebelum Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 yang jatuh pada tanggal 22 Juli 2023, Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungsitoli melakukan penahanan terhadap IG dan DZ tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMP Negeri 5 Lahewa, Kabupaten Nias Utara.
Dari pantauan WahanaNews.co, kedua tersangka dikawal beberapa Penyidik beserta Staf saat digiring keluar ruang pemeriksaan menuju mobil tahanan dengan menggunakan rompi orange dan tangan diborgol, Jum'at (21/7/2023) sore.
Baca Juga:
GMNI Demo Kejari Gunungsitoli Terkait Kasus Defisit Rp84 Miliar, Minta Segera Ditetapkan Tersangka
Untuk diketahui, kedua tersangka ini ditahan atas dugaan kasus korupsi pada pembangunan USB SMP Negeri 5 Lahewa, yang bersumber dari Kemendikbudristek Tahun Anggaran 2017, senilai Rp 2,6 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, Damha, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus), Solidaritas Telaumbanua, membeberkan bahwa tersangka IG saat pekerjaan pembangunan USB tersebut menjabat Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Lahewa, sekaligus bertindak sebagai Ketua P2USB, sedangkan tersangka DZ merupakan pengawas atau konsultan lapangan.
“Kedua tersangka kita tahan selama 20 hari terhitung sejak hari ini di Lapas Kelas II B Gunungsitoli,” ungkap Solidaritas Telaumbanua, sesaat usai melakukan penahanan kepada kedua tersangka, di kantornya, jalan Soekarno, Nomor 9, Kelurahan Pasar, Gunungsitoli.
Baca Juga:
Kabid Anggaran BPKAD Kota Gunungsitoli Diperiksa Kejari, Siapa Dalang Defisit Rp84 M?
Ia mengatakan, berdasarkan perhitungan ahli pada kasus dugaan korupsi pembangunan USB SMP Negeri 5 tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 621 juta.
"DZ dan IG telah kita ditetapkan sebagai tersangka sejak tanggal 12 Juni 2023,” sebutnya.
Solidaritas Telaumbanua mengungkapkan jika kedua tersangka tersebut dalam pekerjaan tersebut tidak melaksanakan tugas atau kewajibannya sesuai dengan jabatan.
“Mereka tidak melakukan evaluasi rutin atas kualitas pekerjaan sebagaimana diatur dalam Juknis,” ujarnya.
Dan lebih parahnya lagi, dalam pekerjaan pemadatan dilakukan hanya dengan menggunakan batang kelapa.
“Itu tidak menggunakan stemper, dan pada pembangunan itu ada 16 ruang kelas, 6 tidak bisa digunakan, dan yang lainnya sudah dalam keadaan rusak, jadi tidak bisa digunakan oleh para siswa hingga dengan saat ini,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, ditemukan adanya pengeluaran yang tidak sah. Bahkan ada beberapa pekerja dan atau kelompok masyarakat tertentu yang belum dibayar upah maupun materialnya.
“Kemana uang yang sudah dicairkan itu?,” ketusnya.
Atas perbuatannya, terhadap kedua tersangka tersebut dijerat UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat 1 Subs pasal 3.
“Ancaman hukuman paling lama seumur hidup,” tegas Solidaritas Telaumbanua.
Tambahnya, terkait penanganan kasus ini, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya yang patut dimintai pertanggungjawaban.
“Ini masih tahap penyidikan, dan kemungkinan besar akan ada yang dimintai pertanggungjawaban,” pungkasnya. [CKZ]