Kata Karya, jikalau Wali kota Gunungsitoli Sowa'a Laoli mengatakan sudah melaksanakan pemeriksaan dan pembuktian terkait keanggotaannya di salah satu Parpol, maka semestinya bisa menunjukkan Surat Panggilan resmi (disertai ekspedisi), BAP yang telah ditandatangani, bukti permohonannya menjadi Anggota Partai Golkar yang ditandatangani di atas materai (AD/ART Partai Golkar) serta rekomendasi dari Tim Penjatuhan Hukuman.
"Namun jika tidak dapat ditunjukkan, maka tentang pemecatannya sebagai ASN karena dituduh telah menjadi anggota Parpol adalah cacat hukum dan tendensius," tandasnya.
Baca Juga:
Bawaslu Barito Selatan Gelar Media Gathering untuk Sinergitas Pilkada 2024
Menantu mantan Wali Kota Gunungsitoli, mendiang Lakhomizaro Zebua itu pun mengatakan jika sampai saat ini Wali Kota Gunungsitoli Sowa'a Laoli belum menunjukkan dan membuktikan pelanggaran yang disangkakan kepadanya.
"Bahkan kejahatan perang, genosida, pelanggar HAM berat, teroris, pembunuh, atau kejahatan lainnya selalu mengedepankan azas praduga tak bersalah yang melalui proses penyelidikan, penyidikan, dan peradilan serta diberi ruang membela diri dan dibela," ujarnya.
Karya mengatakan, perlakuan Wali Kota Gunungsitoli Sowa'a Laoli terhadap dirinya telah memundurkan peradaban ke zaman orde baru, di mana tahanan politik (lawan politik penguasa) ditahan dan dijebloskan ke dalam penjara tanpa melalui proses peradilan.
Baca Juga:
Bawaslu Telusuri Dugaan Pelanggaran Pemilu oleh ASN Pemkot Bengkulu
Hal ini juga, sambung Karya telah menciderai smart leadership yang diusung Pemko Gunungsitoli selama ini yakni paham penyelenggaraan pemerintahan, paham pengelolaan keuangan daerah, dan paham peraturan perundang-undangan.
"Saya tidak keberatan dan pasti akan berhenti dari PNS, karena saya sudah menyampaikan pengunduran diri secara resmi pada tanggal 24 Juni 2024," sebutnya.
Justru yang sangat disesalinya adalah cara pemberhentian yang penuh muatan politis, terkesan direkayasa, dipaksakan dengan tujuan sengaja mempermalukan dirinya dan keluarga.