Trie Utami saat mengahdiri Pelantikan DPDK HIMNI Sekepulauan Nias. (Foto/Ist)
Selain tampil untuk acara wisuda UNIAS, Trie Utami juga memberikan kuliah umum dengan tema "Pengarusutamaan Kebudayaan dalam Pembangunan Nias Melalui Dunia Pendidikan", yang diikuti oleh dosen dan mahasiswa Universitas Nias pada hari Kamis, 8 Desember 2022, di Aula Fakultas Ekonomi Universitas Nias.
Baca Juga:
Sambangi DPC HIMNI, Walkot Sowa'a Laoli Ajak Bergandengan Tangan Bangun Gunungsitoli
Setelah acara kuliah umum, Trie Utami melakukan kunjungan ke Desa Hilimondregeraya, Kecamatan Onolalu, Nias Selatan, dan singgah sejenak di rest area Puncakku, di Desa Hilisatoro, Kecamatan Toma, Nias Selatan, untuk menyaksikan tarian, minum es kelapa muda, dan memberi, motivasi kepada beberapa kepala desa dan pelaku budaya di Kecamatan Toma.
Rumah Adat Nias di Denmark
Di Desa Hilimondregeraya, Kecamatan Onolalu, Nias Selatan, Trie Utami hadir bersama sang suami, Rully Fabrian, anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Komisi E, Penyabar Nakhe, Perkumpulan HIDORA - Hiduplah Indonesia Raya, pegiat pariwisata dan budaya dari Banyuwangi, Bachtiar Djanan, Dosen Fakultas Ekonomi Unias, Parlindungan Lahago, Man Harefa, pencipta lagu-lagu Nias dan musisi Nias, dosen Ethnomusikologi Universitas Sumatera Utara, Brian Harefa.
Baca Juga:
Peringatan HPN 2024, Andhika Laoly Ajak Insan Pers Suarakan Kebenaran dan Kawal Demokrasi
Kehadiran rombongan di desa ini disambut hangat oleh Camat Onolalu, Darnis Harita, Kepala Desa Hilimondregeraya, Sabata Laia dan beberapa tokoh adat dan para pelaku budaya setempat. Tarian ucapan selamat datang Maena Fame Afo Dome dan Fame Tanda Sinoro Todo Kho Dome dimainkan oleh Sanggar Kurusi Batu pimpinan Dismas Harita untuk menyambut para tamu.
Desa Hilimondregeraya merupakan salah satu desa tertua di Nias Selatan, konon bahkan lebih tua dari Desa Bawomataluwo. Yang menarik, pada tahun 1927 sebuah rumah adat di desa ini dibeli oleh Dr. A.G. Moller, seorang dokter berkebangsaan Denmark yang ditugaskan oleh pemerintah kolonial Belanda di sana, dan rumah adat itu dibangun kembali di Denmark, dan saat ini telah dihibahkan pada museum di Denmark. Pada saat itu rumah adat yang dibangun pada tahun 1860 tersebut sudah rusak dan hampir ambruk, karena ketidaksanggupan pemeliharaan dari pemilik rumah. Putri pemilik rumah bernama Zoeri Saromaha juga dinikahi oleh Dr. A.G. Moller.
Setelah mengunjungi beberapa obyek budaya seperti pemandian kuno, melihat lebih dari 70 rumah adat yang masih berdiri kokoh, dan peninggalan-peninggalan kuno seperti kursi batu dan ukiran buaya, rombongan berdiskusi dengan Kepala Desa, Camat, tokoh adat, dan sanggar seni budaya.