Rumah Adat Tersisa
Setelah tampil bersama Band Melody Music dan Paduan Suara Unias pada acara Wisuda Perdana Universitas Nias di hari Sabtu, 10 Desember 2022, sore harinya Trie Utami berkesempatan untuk berkunjung ke Desa Tumori, Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kota Gunungsitoli, sebuah desa adat yang bisa ditempuh dalam waktu hanya sekitar 20 menit dari pusat kota Gunungsitoli.
Baca Juga:
Sambangi DPC HIMNI, Walkot Sowa'a Laoli Ajak Bergandengan Tangan Bangun Gunungsitoli
Trie Utami dalam kunjungannya di Desa Tumori, Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kota Gunungsitoli. (Foto/Ist)
Di Desa Tumori, Trie Utami hadir bersama sang suami, Rully Fabrian, Wakil Ketua Perkumpulan Hidora - Hiduplah Indonesia Raya, Bachtiar Djanan, Dosen Fakultas Ekonomi UNIAS, Parlindungan Lahago dan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Penyabar Nakhe.
Di Sekretariat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Afore Desa Tumori, rombongan disambut hangat oleh Pj. Kepala Desa Tumori, Albert Rahmat Zebua, tokoh budaya sekaligus Ketua Pokdarwis, Faduhusi Zebua, pelaku budaya dan Ketua Sanggar Holy Teturia, Pariman Waruwu, pelaku budaya , Fajar N Zebua, Sekretaris Desa, Sini Zebua dan Kepala Dusun I, Yurlinus Zebua.
Baca Juga:
Peringatan HPN 2024, Andhika Laoly Ajak Insan Pers Suarakan Kebenaran dan Kawal Demokrasi
Rombongan diterima dengan penyambutan adat sederhana Fangowai (tuturan adat Nias ucapan selamat datang) dan Fame Afo (pemberian sirih sebagai penghormatan). Kemudian berlangsung diskusi yang menarik tentang berbagai potensi dan masalah di desa yang telah menjadi program bersama antara Perkumpulan Hidora dan Pemerintah Desa Tumori sejak awal tahun 2021 yang lalu.
Salah satu potensi kuat yang ada di desa ini adalah adanya 10 rumah adat khas Nias wilayah utara berbentuk oval yang berdekatan dan berada dalam satu jalan. Sepuluh rumah adat yang tersisa ini dulunya berjumlah sekitar 30 rumah, yang satu-persatu hilang karena ketidakmampuan pemilik rumah dalam pemeliharaan dan perawatannya. Sebagai gambaran satu rumah adat membutuhkan biaya sekitar Rp 5-15 juta per tahun untuk mengganti atap daun rumbia (daun sagu), yang membusuk terkena hujan dan panas.