Perlindungan lingkungan:
UU Cipta Kerja juga mencakup ketentuan terkait perlindungan lingkungan. Namun, kekhawatiran muncul bahwa perubahan dalam regulasi dapat melemahkan perlindungan lingkungan dan memudahkan akses untuk kegiatan usaha yang berdampak negatif pada ekosistem. Perdebatan masih berlanjut tentang bagaimana mengoptimalkan perlindungan lingkungan dalam kerangka UU ini.
Baca Juga:
Eko Prastowo Usulkan Omnibus Law Pembangunan Berkelanjutan dan Teknologi
Memahami Omnibus Law UU Cipta Kerja bukan dengan cara membaca undang-undang yang sebelumnya sudah ada misalnya sebuah UU kemudian di revisi dan di amandemen dan untuk selanjutnya secara otomatis UU tersebut tidak berlaku, hal ini berbeda dengan cara membaca Omnibus Law.
Undang-undang Ketenagakerjaan, misalnya saat beberapa pasal dijadikan sebagai UU Cipta Kerja maka bukan berarti pasal-pasal yang sebelumnya ada tidak berlaku tetapi bisa diturunkan menjadi peraturan, sehingga UU Cipta Kerja dapat kita pahami dari segi manfaatnya. Hal ini dapat kita baca secara faktual dimana UU Omnibus Law Cipta Kerja terdiri dari beberapa BAB dan Pasal yang dapat menarik investor asing ke Indonesia terkait izin usaha dan mengatasi tumpeng tindih aturan terkait izin usaha.
Statement dari Airlangga Hartanto selaku Menko Perekonomian RI mengatakan “cakupan substansi tersebut kami yakini dapat mendukung upaya kita bersama untuk meningkatkan peningkatan ekonomi dan investasi, sehingga akan dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan pada akhirnya akan mampu mendorong perekonomian kita.”
Baca Juga:
DPR Resmi Sahkan RUU Kesehatan Menjadi Undang-Undang
Dan untuk membuktikan hal tersebut maka perlu kita melihat hasil dan fakta sesungguhnya dan bagaimana implementasinya di lapangan. Omnibus Law diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam pengelolaan sumber daya manusia di Indonesia. Dalam Omnibus Law, terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia, seperti pasal tentang perjanjian kerja, upah, dan pengaturan jam kerja.
Salah satu pasal yang kontroversial adalah pasal tentang perjanjian kerja. Pasal ini mengatur bahwa perjanjian kerja dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Hal ini dianggap merugikan pekerja karena perjanjian kerja yang dilakukan secara lisan sulit untuk dibuktikan dan dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Namun, Omnibus Law juga mengatur bahwa perjanjian kerja harus memenuhi standar minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dapat meningkatkan efektifitas dalam pengelolaan sumber daya manusia karena perjanjian kerja yang memenuhi standar minimum dapat mengurangi sengketa antara pekerja dan pengusaha.